Ponorogo, 23/ 06/ 2015Â
Panas matahari terasa sampai ubun-ubun, namun di tanah kering dan berbatu ini ratusan pekerja yang mayoritas perempuan masih saja sibuk bekerja. Bulan puasa bagi mereka bukan halangan untuk meraup rejeki untuk keluarga. Mereka adalah para pekerja yang berada di bukit kapur daerah Sampung, Ponorogo arah barat laut. Perbukitan berbatu yang tandus dan kering tersebut merupakan sumber mata pencaharian mereka. Tuhan Maha Adil, dibalik situasi geografis yang tak mendukung untuk lahan pertanian tersebut menyimpan bergunung-gunung kekayaan alam berupa bukit kapur yang sudah berabad-abad dikeruk tak ada habis-habisnya.
Pertambangan yang masih dibilang tradisional ini sudah ada mulai jaman kolonial dulu, bekas-bekas trobong (cerobong tungku pembakaran) jaman kolonial masih bisa dijumpai seperti gambar di atas, namun sekarang tungku-tungku dan cerobong peninggalan kolonial tersebut sudah tidak dipakai, selain tempatnya semakin menjauh dari lokasi penambangan, cerobong ini dianggap tidak efektif dibanding model cerobong 'cubluk' yang sekarang ini dipakai.
Penambangan batu kapur ini dibawah pengendalian perusahaan daerah pertambangan Sari Gunung Dinas Pertambangan, dibawah naungan pemerintah daerah Ponorogo. Dinas ini bertugas memfasilitasi masyarakat sekitar berupa pendampingan dalam penambangan serta proses pembakaran. Dulu perusahaan swasta ikut mengelola berupa kepemilikan saham, namun sekarang saham penuh milik pemerintah.
Berikut ini liputanya;
Â
Mereka bekerja berkelompok, tiap kelompok sekitar 8-an orang, 3 orang lelaki sisanya perempuan. Mereka ada sekitar 8 kelompok yang tersebar dibeberapa tempat pembakaran batu gamping ini namun masih dalam area pertambangan. Tugas mereka memasukan batu-batu gamping ke dalam cubluk, cubluk adalah tungku raksasa yang kalau dilihat dari atas mirip sumur dengan diameter 2-3 meter dengan kedalaman 3-4 meter berupa galian tanah tanpa semen dan bila dilihat dari bawah mirip tungku dapur (angklo raksasa) , tidak asal memasukan tetapi ditata sedemikian rupa, para perempuan tugasnya mendekatkan batu kedekat bibir dan begitu sampai dibibir cubluk batu langsung diterima oleh 3 orang lelaki yang berada dalam cubluk, tugas lelaki ini adalah menerima batu dari para perempuan dan menata memutar mulai dari dasar cubluk ditumpuk keatas mengitari dinding cubluk, semakin ke atas batu ditata ke arah tengan menyerupai rumah orang kutup bila dilihat dari bawah, batu ditata tidak boleh terlalu rapat yang maksudnya supaya api dari bawah bisa rata sampai batu paling atas. Kelihatanya sangat mudah dan sederhana namun tanpa pengaman, batu-batu bermacam-macam bentuk dan ukuran ini cuma ditautkan mirip membikin candi, bahayanya bisa runtuh sewaktu-waktu bila salah satu batu ini lepas atau anjlok yang bisa mengubur orang yang sedang bekerja didalam cubluk. Setelah mencapai puncak batu ditutup dengan pasir yang diulet dengan tanah liat semacam lumpur.
Untuk 1 cubluk bisa memuat 5-6 rit batu gamping ( 5-6 dump truk), untuk 1 dump truk batu dibeli dengan harga 340 ribu.