Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Fantasi] Sari Aku Ingin Memilikimu Selamanya

17 September 2014   20:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:25 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="langit sudah memerah, aku harus segera keluar dari kamar sari"][/caption]

Nanang Diyanto , No 88

Nafas Darto berdesis, dia bligsatan seperti orang kesetan, sambil melempar kolor dan kaos oblongnya ke kursi dia segera memburu Sari yang diujung tempat tidur, Sari yang pura-pura tidur tidak bisa menyembunyikan kikuknya. Darto menarik tubuh sari yang masih terbungkus selimut ke tepi ranjang, dan langsung Darto menarik dengan kasar pakain bawah istrinya, Sari masih terdiam lunglai, aku yakin Sari pura pura tidur. Berkali-kali aku lihat Sari merapatkan matanya meski sudah terpejam seakan memberi kode agar aku bersabar dan memaklumi apa yang ada didepanku. Tampak cairan bening keluar dari sudut mata Sari. Darto seperti tambah kesetanan dan menghujam-hujamkan senjatanya dan mulutnya mulai merencoi tak karuan.

"Hoooooooo......ohhhhhhhhhhhhhh......" kata terakhir Darto sebelum tertidur terkapar di samping Sari disebelah ranjang sisi dalam.

Sari menutupi suaminya dengan sarung, dan segera bergegas menuju kamar mandi yang melewati tempatku berdiri.

"Maaf........." suara sari lirih, dan segera jari telunjukku kutempel di bibir Sari, sambil kekecup keningnya.

Mataku sedikit kupejamkan seakan menyuruh sari untuk segera menuju kamar mandi.

Aku kembali duduk dikursi meja rias tempatku duduk sejak Darto masuk kamar.

Kulihat darto terkapar, dengan suara senggar-senggor dari mulutnya yang bau, ingin rasanya kucekik lehernya.

"Saariiiiiiii........" teriak Darto, dan kulihat matanya masih terpejam, pasti Darto mengigau.

"Iya mas bentar...... aku masih pipis......" jawab Sari dari balik kamar mandi

Sebentar kemudian bau harum sabun yang aku beli sore tadi menyetak hidungku,  tubuh Sari wangin melati, wajahnya ayu meski pipinya cekung, tubuhnya kuning mulus  dan hanya terbungkus handuk kecil yang cuma menutupi payudara sampai paha atasnya. Aku segera berdiri karena  kursi yang aku duduki karena akan diduduki Sari dan aku ingin menikmati ketika Sari dandan.

Sari mengelap sisa-sisa air yang membasahi  rambut dan wajahnya dengan ujung anduk yang sebagian masih melilit tubuhnya. Dikibaskannya rambutnya meski pendek di atas bau namun bisa membuatku blingsatan. Disisirnya rambutnya, meski tak mengembang tak mengurangi keayuanya. Segera dia mengambil lipstik diusapkannya bendar merah itu dibibir bawahnya, dan segeram mengulum bibirnya yang atas untuk meratakan pemoles bibirnya.

"Pauchk......" suara bibir Sari saat mengatupkan bibir atas bawah persis ketika mengulum bibirku. Dan aku hanya mengulum ludah, sambil memegangi pundak dari belakang mengahadap cermin rias, dan hanya bayangan Sari yang da didalam cermin, dan entah apa yang bisa Sari lihat di dalam cermin riasnya.

"Gredek......." Sari membuka almari di samping meja rias, segera sari mengambil baju tidurnya yang berenda, dan segera dia  kenakan ditubuhnya, dialempar handuk yang sejak tadi menyiksa melilit tubuhnya.

Sari cantik sekali, dalam bungkus warna hijau muda tranparan dia memeluku, melumat bibirku dan menarikku di ranjang disebelah suaminya yang ngorok pulas tertidur.

Sari berada ditengah dan aku dipinggir ranjang sementara Darto suaminya diujung pojok sebelah dalam, berbatas guling dari kami.

Berkali kali Sari menciumiku, begitu juga aku. Semalaman kami saling peluk, saling raba, nyaris tanpa tidur sampai subuh tiba.

Sayup-sayup Adzan terdengar dari masjid desa, aku segera berpamitan dan mencium Sari yang masih belum aku puaskan semalam.

"Aku pulang dulu sudah pagi......" kataku lirih sambil memeluknya.

Kulihat mata sari berkaca-kaca mengantar aku pergi sampai pintu depan, dan kulihat truk Darto hanya diparkir sekenanya di pinggir jalan. Aku harus segera pergi dan harus pergi sebelum Jimat dari Mbah Jarwo kehilangan fungsi.

Paginya aku mendatangi mbah Jarwo, "Mbah apa ndak ada ajimat yang bisa membuat orang tak terlihat siang dan malam?"

"Ada tapi kamu kudu puasa 40 hari tanpa makan tanpa minum, tanpa tidur, kamu sanggup?" jawab mbah Jarwo seakan menantang.

Aku tak menjawab hanya mengangguk setuju.

Demi sari aku harus mencobanya.

*) belajar ngegombal

Tulisan ini diikutkan dalam Even Fiksi Fantasi yang diselenggatarakan oleh Fiksiana Community

Baca tulisan teman yang lain di sini

Gabung di grup pencinta fiksi yuh dan atas, persisk! Di sini yaa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun