Musim giling tebu tiba, pesta pora pembukaan giling selalu ditandai kemeriahan baik tontonan dan pasar malam di pabrik gula di 'maaf' area karisedenan Madiun. Mulai dari wayang, pagelaran musik, bazar, bahkan pengajian. Semuanya untuk menghibur masyarakat sekita pabrik gula maupun para petani pemilik lahan yang disewakan kepada perkebunan tebu yang dikelola oleh pabrik gula setempat. Keramaian pun bisa berlangsung sampai sepekan berbarengan dimulainya awal giling tebu di setiap musim panen tebu.
Ratusan truk berderet-deret hampir kiloan meter mengantri untuk ditimbang dan masuk pabrik gula untuk menyetor tebu, dan ini menjadi penomena tersendiri di setiap musim giling.
Jelaga di sekitar pabrik gula pun berterbangan bersama datangnya musim angin di musim kemarau, udara pengap tentunya sudah menjadi keseharian bagi masyarakat di sekitar pabrik gula. Tentunya hiburan pesta buka giling bisa sedikit mengobati dan menghibur para masyarakat di sekitar pabrik gula yang mau tidak mau mendapat jatah polusi baik asap, jelaga, debu, maupun bau tak sedap dari pemrosesan gula pada setiap musim giling tiba.
Ada keuntungan timbal balik bagi para pemilik lahan yang disewakan dengan pihak pabrik gula, dan para pemilik lahanpun kebanyakan bukan orang setempat, artinya bukan orang yang saban hari bermukim di daerah tebu tersebut ditanam.
Ketika musim panen tebu begini, puluhan truk berlalu lalang di sekita tempat kami tinggal untuk mengangkut tebu yang sudah dipanen yang sudah bersih dari daun serta pucuk tebu yang sebagian dibuang. Nampak pula puluhan pekerja yang bekerja memanen atau menebangi tebu sekaligus membersihkan tebu serta mengangkat tebu sampai di atas truk. Pemandangan ini bisa dilihat mulai pagi sampai menjelang magrib saban hari ketika panen tebu tiba.
Menjelang lebaran tahun lalu lahan yang mepet dengan rumah saya juga bekas ditanami tebu, dan setelah panen lahan tersebut dibersihkan dengan jalan dibakar, orang yang mebakar tersebut ternyata tetangga saya juga, saya dekati dia dengan saya merotesnya karena jarak yang dibakar dengan rumah saya mepet sekali. Saya protes karena takut rumah saya terbakar, ketika saya protes kepada tetangga saya tersebut, katanya dia disuruh oleh mandor pabrik gula.
Akhirnya saya tidak mau berdebat dengan tetangga sendiri, saya cuma bilang, "Mandornya suruh sini sendiri, suruh membakar sendiri bekas lahan tebunya, dari pada saya yang berselisih sama sampeyan"
Dan akhirnya tetangga saya tidak berani melanjutkan pembakarannya, dan mulai saat itu lahan yang mepet rumah saya tidak berani ditanami tebu lagi sampai sekarang.
Apa sih yang dialami masyrakat ketika pembersihan dengan pembakaran tersebut??