Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bukan Jurnalis Tapi Jago Nulis, Seperti Kata Kriko

11 Oktober 2015   11:15 Diperbarui: 12 Oktober 2015   05:47 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Bukan Jurnalis Tapi Jago Nulis" kata Kriko

Sesuatu yang berlebihan bagi saya "Bukan Jurnalis Tapi Jago Nulis" , saya lebih suka “Bukan Jurnalis Tapi Senang Nulis", namun begitu betapa bahagianya saya bisa mencapai 'titik' seperti cita-cita-nya Kriko. Menulis itu kebutuhan dan keharusan. Dulu jaman kecil ketika tingal di desa banyak tentara yang keluar masuk desa bersama perangkat desa, dia mencari anak usia 7-12 tahun yang tidak sekolah dan putus sekolah. Tidak tahu mengapa dulu yang mendapat tugas kok tentara dan perangkat desa. Nyatanya banyak anak seusia saya yang ketakutan dan terpaksa bersekolah. Dulu presiden mewajibkan warganya harus bisa menulis dan membaca. Tak hanya usia sekolah para orang tua kami juga kena dampaknya mereka juga sering kali didatangi tentara dan perangkat desa agar mau sekolah sore sekolah Paket C. Menurut cerita bapak saya diawal tahun 70-an orang yang bisa menulis atau membaca bisa menjadi pegawai negeri meski tidak punya ijasah, ijasah dicari kemudian.

Hampir 30-40 tahun berselang, hampir semua orang Indonesia bisa membaca bisa menulis. Tak ada lagi tentara atau perangkat desa yang keluar masuk rumah penduduk untuk memaksa sekolah. Sekarang orang berlomba ingin menyekolahkan anaknya di sekolah pavorit yang diantaranya harus mengeluarkan banyak uang untuk biaya.

Bukan sekedar bisa membaca dan menulis lagi, ada harapan tentang masa depan yang didapat dari bisa membaca dan menulis ini.  Wacana-pun berubah pandai membaca bukan lagi pandai melapalkan huruf atau kalimat-kalimat, bukan hanya fasih mengucapkan kata dan tanda baca. Membaca sudah berarti luas membaca situasi, membaca peluang, membaca masa depan, membaca kehidupan dan masih banyak lagi arti luas membaca di sekarang ini,

Menulispun sekarang tak hanya sekedar bisa merangkai huruf sehingga terbentuk sepatah dua patah kata, menulis berkembang menjadi mengerjakan sesuatu, melakukan sesuatu bahkan menceritakan sesuatu, Menulis-pun berkembang menjadi pekerjaan dan kebiasaan. Hoby menulis-pun bukan lagi seperti jaman kecil saya dulu, dimana hoby menulis adalah senang menulis di tembok belakang sekolahan ketika kencing waktu istirahat, menulis pada bangku kendaraan umum yang membawa kami pergi dan pulang sekolah, menulis di wc sekolah sebagai ungkapan kesenangan atas pencapaian atau ungkapan sakit hati pada guru.

Menulis harus bisa bermanfaat bagi diri sendiri, bagi keluarga, bagi lingkungan baik lingkungan sekitar maupun tempat kerja, menulispun harus bisa bermanfaat bagi orang lain taupun orang banyak.

Menulis juga bisa menyenangkan orang dan juga sebaliknya bisa merugikan orang lain, terlebih kalau menulis bermaksud untuk mengadu domba, fitnah serta bikin memperkeruh suasana.

Seorang jurnalis tentunya harus pinter dan rajin menulis, karena itu modal besar untuk pekerjaannya. "Bukan Jurnalis Tapi Jago Nulis" adalah sesuatu yang luar biasa. Penulis juga diartikan menarang sesuatu dalam bentuk tulisan, dan tulisan ini bisa berbentuk karya tulis, buku, esay dan sebagainya yang bisa dibaca orang banyak dan bisa dipertanggung jawabkan. Banyak hal atau persyaratan yang harus dipenuhi, apa persyaratan tersebut?

Karena bukan berlatar belakang penulis atau jurnalis terkadang kaidah-kaidah tersebut tak terpenuhi, otodidak menulis atau menulis sekenanya namun bukan seenaknya. 

Mulai tahun 93-an saya seneng menulis, awalnya tulisan slengekan yang saya tuangkan di kertas-kertas kecil yang saya selipkan di buku teman sekolah ketika akan pulang sekolah, tulisan usil tentang sesuatu yang lucu, dan esoknya pasti ada kehebohan tentang tulisan saya, mereka saling menuduh siapa yang usil dan siapa yang konyol, dan mereka terlihat gembira dengan kekonyolan saya, meski tiada tahu siapa yang menulis. Itulah bukti tulisan saya diterima oleh mereka.

Tahun 1998-an saya mengenal internet, saya sering berjam-jam di warnet pengin mencairkan kekonyolan saya, jaman dulu belum ada facebook atau media social seperti sekarang ini. Masih saya ingat dulu ada percakapan di yahoo, kalau ndak salah yahoo answer. Di media tersebut ada media tanya jawab sesame pemilik email, saya paling suka di rubric sastra, salah seorang membuat puisi dan yang lain mengomentari dan komentarpun dalam bentuk pusi juga. Dan yang terbaik mendapatkan bintang. Semakin banyak bintang semakin banyak nilai yang dikumpulkan dan diakumulasi. Mungkin kalau sekarang yang terpaforit atau terkonyol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun