Sudah hampir 6 bulan Warsito saban kencing lewat selang kateter. Kateter tersebut dipasang di puskesmas dekat rumahnya, dan diganti saban 10 hari.
Sekitar 6 bulan yang lalu sepulang dari Jakarta tiba-tiba tidak bisa kencing. Menurutnya selama di dalam bus saat perjalanan dia menahan kencing, karena bus yang ditumpanginya tidak ada fasilitas toilet. Itu awal cerita Warsito.
Di bawa ke puskesmas, oleh perawat puskesmas dipasang selang kateter. Seminggu setelahnya oleh puskesmas dirujuk ke RSUD, dan di diagnosa pembesaran kelenjar prostat. Saat itu oleh dokter disarankan operasi, namun dia menolak.Â
Dia trauma kakaknya juga menderita prostat, kala itu dia yang menjaga saat kakaknya di rawat di rumah sakit. Setelah selesai operasi dilakukan irigasi dipasang infus yang dialirkan ke selang kateter kakaknya.
Salah satu kaki diluruskan dan ditali ke bagian bawah tempat tidurnya biar kaki tidak tertekuk. "Dibandat" kalau Warsito mengistilahkan. Bagian kelamin dipasang selang dan selang tersebut ditarik ke arah kaki, kenang Warsito.
Sebenarnya kateter besar yang terpasang pada alat kelamin kakaknya, dikunci balon pada kandung kemih lalu kateter ditarik ke bawah (ditraksi). Tujuannya untuk menekan daerah luka di bekas kelenjar prostat yang sudah dioperasi.
Sehabis reaksi obat biusnya habis, kakaknya menjerit-jerit kesakitan. Obat pereda nyeri sudah diberikan, begitu habis kakaknya menjerit-jerit lagi.
Kali ini Warsito bimbang mau operasi takut seperti apa yang dialami kakaknya. Kalau tidak operasi selamanya akan memakai selang kateter. Paling sedih ketika beribadah, dia merasa kurang yakin karena merasa najis karena air kencing sering bocor merembes. Apalagi tahun ini antrian hajinya turun, pasti saat di tanah suci nanti akan mengganggu prosesi ibadah hajinya.
Warsito bingung harus bagaimana, trauma operasi kakaknya yang lalu masih membekas.
"Ini operasi tidak ada sayatan, dan tidak membuka kandung kencing seperti kakak sampeyan dulu." Kata dokter Riza.