Entah syetan apa yang merasuki lelaki ini, atau entah roh apa yang bersemayam di jiwanya.
Di saat teman-teman sesama penari sudah sadarkan diri dia masih saja menari, seperti tak mengenal capai. Semua gambuh (pawang) sudah berusaha maksimal untuk menyadarkannya.
Bahkan beberapa pawang menyatukan kemampuannya untuk mengusir roh yang merasukinya. Salah satu pawang membisik pada lelaki yang kerasukan ini, apa yang menjadi permintaannya. Mulai minyak wangi, asap dupa, kemenyan, bahkan bara api yang dipakai membakar kemenyan sudah dia lahap baranya. Belum juga menunjukkan tanda-tanda akan sadar.
Gamelan ditabuh lagi diganti sholawatan, lelaki kerasukan ini tetap saja menari namun lebih halus gerakannya. Namun juga belum berhasil membuat lelaki yang kerasukan sadarkan diri.
Sementara hari mulai gelap, sebentar lagi petang dan pentas tak bisa dihentikan begitu saja ketika masih ada yang kerasukan belum sadarkan diri.
Segera beberapa gambuh menolongnya, lelaki kerasukan tersebut mulai lunglai, matanya terbuka dan seperti orang kebingungan sehabis tidur panjang.
Penonton tua yang membisikkan sesuatu pada penari tersebut saya kejar, penasaran apa yang dia bisikkan. Perlu tenaga ekstra mengejarnya, melewati kerumunan penonton dan pagar pembatas penonton. Bersamaan hari gelap sayup-sayup suara azan bergema di antara tetabuhan gamelan yang belum juga surut.