Jepretan mas Bastian tentang persiapan penerbangan balon udara sungguh menggelitik. Berapa orang sedang memegangi balon, sebagian lagi membuat perapian dan sebagian menyulut sumbu api. Nampak pula tentengan petasan pada balon. “Melestarikan Tradisi Lebaran” judul yang tertera.
Foto ini dipajang di sebuah mall di Ponorogo dalam rangka pameran fotografi memperingati hari jadi Ponorogo ke 520. Pemeran yang diprakarsai oleh dinas pariwisata. Pameran tersebut mengambil tema Ponoragan, apa saja yang berhubungan dengan Ponorogo. Seni, budaya, wisata, kuliner, alam, dan hal-hal tentang Ponorogo.
Balon udara ikut Ponoragan?
Dulu berbahan kerangka bambu tipis dengan kertas minyak (kertas layangan). Karena harga plastik semakin terjangkau dibuat bahan plastik. Plastik selain lebih kuat juga lebih mudah mengikuti pola. Begitu juga kerangka berbahan plastik dan diberi yang ringan. Tradisi tetap sama, hanya bahan dan ukurannya semakin lama semakin besar.
Belum lagi banyaknya sampah balon yang tersangkut di jaringan listrik PLN, tentu juga membahayakan.
Begitu cerita penjual mainan di daerah Kepanjen Malang kemarin. Ada kejadian kandang ternak di wilayahnya terbakar akibat kejatuhan balon udara. Untung kandang tersebut bisa segera dirobohkan sehingga tidak merembet ke rumah induk. Sumbu masih menyala padahal jarak Ponorogo-Malang lumayan jauh, biasanya pula balon baru terjatuh bila api di sumbu sudah mati. Entahlah ini balon dari Ponorogo atau bukan. Penjual mainan tersebut yakin balon dari Ponorogo karena ada tulisan nama desa yang disematkan pada balon tersebut.
“Hebat orang desa Ponorogo bisa menerbangkan balon sampai Malang....” katanya sambil menyerahkan uang kembalian atas maian yang saya beli.
Menurutnya lagi tak hanya balon yang membakar kandang ternak tapi sering kali kota tersebut menjadi tempat pendaratan balon-balon dari Ponorogo, tanpa sengaja.