Terlepas benar tidaknya karena tidak sesuai pakem atau paugeran, paling tidak ada ikatan antara pekerja seni dan penonton. Buktinya penontonnya banyak, bukan hanya penonton tua, penonton remaja dan anakanakpun banyak, imbuhnya.
[caption caption="pengrawit"]
[caption caption="Tak ketinggalan kemajuan, pesinden dengan gatget terkini"]
"Yen gak melu edan gak kumanan...." kata dalang dalam dialeg sambil mengerakkan wayang buto (raksasa), katanya kalau tidak ikutan menggila tidak akan mendapat bagian. Harus menyesuikan jaman.
"Biyen sinden kerpekane godong lontar, elek eleke kertas gedok e e e.... saiki karo nyinden nyemak androidan....." kata ki dalang yang disambut tawa, dia menyindir pesindennya yang sedari awal terus memainkan androidnya. Dia mengatakan dulu pesinden jiplakan gending-gendingnya dicatat di daun lontar atau kertas, namun sekarang sudah dipindah di android.
Tembang-tembangpun sudah menyesuaikan dengan tembang yang sedang in..., gending yang sedang populer, hanya saja musiknya menyesuaikan dengan gamelan.
Para pengrawit atau nayogo harus ikutan menyesuaikan diri dengan lagu, tembang, gending yang sedang populer. Telinga orang sekarang lebih dominan dengan lagu-lagu baru kata pak Marno penabuh gender.
[caption caption="Tak hanya didominasi penonton dewasa, dihadiri penonton anak-anak dan remaja"]
[caption caption="pebuh inovasi agar bisa bertahan"]
Perkembangan dan inovasi ini tentunya bukan untuk menilai benar atau tidak. Ini hanya cara dalang untu bertahan agar pagelarannya tetap bisa berkenan dan menjadi daya tarik bagi penontonnya. Jaman terus berkembang, diapun harus menyesuaikan jaman dan penontonya. Keluar pakem dan tidaknya tergantung pada yang menilai, urusan disukai penonton adalah lebih menjadi priorotas kayaknya. Berusaha bertahan dari banjiran pekerja seni luar daerah, bahkan luar negeri lebih bijak dari pada berdiam diri.
Â