perempuan dan lelaki bermotor
Hujan baru saja reda, meninggalkan hawa dingin dan uap air yang menghalau pengapnya malam. Motor kami terus melaju menelusuri jalan-jalan di sudut Kota Gede.
"Terus om... kita parkir di penitipan saja." kata mas Rob Januar. Kami berboncengan keliling menghabiskan malam. Motor kami titipkan di parkiran depan gerbang. Tak ada agenda tak ada rencana, kami bertemu begitu saja. Kami lelaki yang berkalung kamera, kemanapun kamera kami anggap senjata.
Tanpa komando kami berpencar, kamera telah ada dalam genggaman. Saya tak pernah tahu apa yang ada dalam pikiran mas Rob, dia terus memotret begitu juga saya.
Semakin malam semakin sepi, hanya sesekali motor berlalu. Lelaki bermotor berhenti dan bicara dengan perempuan di pinggir jalan, setelah itu mereka berboncengan untuk pergi. Peristiwa yang sama berulang, mungkin di tempat ini sudah begitu tiap malamnya. Sekilas saya tahu apa yang hendak mereka kerjakan, tapi biarlah. Saya tidak berusaha menjepret mereka, ada perasaan terlalu mencampuri urusan mereka. Tidak mau menggangu privasi mereka, pikiran saya malam itu. Atau mungkin saya belum punya ketertarikan menjepret yang mereka lalukan, belum tahu konsep cerita tentang mereka. Maklum semua berjalan begitu saja, mas Rob datag dan ngajak putar-putar Yogyakarta.
Saya terus menjepret, meski tak tahu agenda menjepret. Sudut-sudut Kota Gede dengan bangunan tuanya telah masuk frame kamera.Â
Merah, kuning, hijau, dan hitam yang saya dapatkan tak lebih dari itu.Â
[caption caption="Lengang sehabis hujan di sekitaran Kota Gede "]
[caption caption="Memotret sepi"]
"Liat fotomu Om..." kata mas Rob. Dari fiew finder mas Rob mengamati satu persatu foto saya. Kadang tersenyum, terkadang mengernyitkan dahi. Saya ndak berani bertanya apa yang ada dibenaknya, menunggu dia buka suara.
"Fotone apik-apik, merah, kuning, biru...." hanya itu yang erucap dari mulut mas Rob. Setelah itu dia banyak diam sambil menikati wedang dan makanan.