[caption caption="Ang Tek Khun di Datsun Risers Expedition | Dok. Pribadi"]Ang Tek Khun, sudah lama mengikuti tulisannya di Kompasiana namun belum berkesempatan bertemu langsung dengan dia. Dalam setiap tulisannya ada pesan (makna) psikologis yang dia sampaikan. Tulisannya penuh emosi, pembaca seakan diajak pada situasi dan lingkungan yang dia tulis. Entah latar belakang pendidikan dia, namun dari tulisanya ada isyarat mengurai psikologis. Mungkin saja latar belakang pendidikan dia adalah psikologi, entahlah. Tulisan terakhir yang membuat saya terpana adalah tulisan tentang "Sinar Harapan". Tentang berhentinya media besar, media yang secara psikologis ada hubungannya dengannya.
Dia juga menceritakan presiden Jokowi yang marah ketika kasus pencatutan nama oleh SetNov, menurut banyak orang marahnya Jokowi terlambat. Banyak orang menganggap pernyataan Jokowi marah tiada gunanya, tapi menurutnya kemarahan ini Jokowi adalah isyarat kepada para anggota MKD yang berasal dari partai pengusungnya yang terkesan mengikuti alur para anggota MKD yang seakan membela SetNov. Semacam sindiran, teguran atau tamparan pada partai pengusungnya. Ini yang saya maksud pesan psikologis "Jokowi Marah", luar biasa dia bisa menangkap pesan psikologis Jokowi.
Pada Datsun Risers Expedition dan Kompasiana Blog Trip kemarin saya berkesempatan mengenal lebih dekat. Orangnya sederhana, ngomongnya selalu berhati-hati beda dengan saya kalau ngomong seperti tiada rem. Malam sebelum etape Kalimantan Timur di mulai kami bertiga (saya, pak Khun, dan mas Hilman Fajrian) ngobrol-ngobrol sampai larut malam di lobi hotel. Dalam obrolan keduanya kritis dalam menghadapai kondisi dan issue yang berkembang. Ngobrolin tentang mobil Datsun Go Panca yang akan dipakai kegiatan. Tentang alam Kalimantan yang semakin mengkawatirkan, tentang tambang dan kebijakan pemerintahan.
Dia sering menyendiri, duduk sendirian (seperti foto paling atas). Dia tidak banyak omong kecuali bila diajak ngomong. Saat makan malam di Hotel Cantika Swara di Tanjung Redep saya berusaha mendekat. Ternyata dia sangat ramah, senang bergurau. Mungkin anggapan pra risers saja merasa canggung bila bercanda yang berlebiahan.
"Ikut duduk ya pak Khun...." pinta saya ketika ingin duduk bersebelahan ketika makan malam kemarin.
"Monggo mas Nanang...." jawabnya dengan Jawa medog (fasih).
"Maaf pak Khun kalau boleh nanya, kok kemarin banyak motret poster dan ppan peringatan?" tanya saya, pak Khun hanya tersenyum.
"Boleh dijelaskan dan dikasih rahasianya?" tanya saya lagi sebelum di jawabnya.
"Ini saya tunjukin foto-foto koleksi saya, dan ayo tebak apa yang saya foto?" jawab pak Khun, bukan jawaban tapi malah memberi saya pertanyaan.
Saya terus membuka-buka foto-foto pak Khun yang sebagian besar foto papan pengumuman, poster, baliho, yang kebanyakan tulisan yang berada di ruang publik.