Tarif pisau, sabit. golok 10 ribu, untuk cangkul antara 20-30ribu tergantung tebal tipisnya plat besi yang disisipkan.
Peralatan tersebut dipanasi dengan bara api yang dipompa lewat 2 tabung udara, dan ketika sudah merah membara si pemompa segera berlari mangambil palu atau godam dan segera memukuli besi yang membara tersebut, dan besi yang membara itu diarahkan serta di tata sedimikian rupa oleh pak Kateno (mirip komandan) dan pemukul terus memukul dengan sekuat tenaga tanpa harus mengarahkan.
[caption id="attachment_323330" align="aligncenter" width="450" caption="Pak Fahrul memakai celemek seperti mau memasak"]
Menurut Pak Fahrul, meski ketiganya sama jenis layanananya mereka tetap kompak, tidak ada iri atau rebutan, begitu juga pelanggan akan mencari tempat yang palingsenggang agar pesanananya cepat selesai.
Mereka masih bertetangga, bahkan mereka pulang pergi sering berboncengan meski ketiganya bersaing.
Jam kerja mereka pagi jam 7 sampai adzan duhur, 4-5 tahun  yang lalu dari pagi sampai sore, keadaan sekarang sepi, selain alat pertanian dari pabrikan mudah dicari, alat-alat pertanian sudah banyak yang bermesin dengan harga yang relatif murah.
"Sakniki sepi mas... adzan dhuhur sampun kukut, yen rumiyin ngantos manjing magrib" kata Haji Syahri.
[caption id="" align="aligncenter" width="437" caption="Pak Kateno mempertebal sabit pelanggan"][/caption] [caption id="attachment_323332" align="aligncenter" width="450" caption="antri ditempat duduk sekadarnya di lapak pasar loak"]
Musim penghujan diperkirakan 2-3 bulan lagi, masih ada waktu para petani untuk mempersiapkan diri, dan tentunya harapan yang paling ditunggu oleh Pak Kateno, Pak Fahrul, Haji Syahri, dan pandai besi lainya untuk meraup untu atau menyambung hidup agar dapurnya di rumah tetap ngebul.
Meski murah namun mereka bisa bertahan menghidupi keluargaya, bahkan Haji Syahri bisa ke Tanah Suci dari hasil pekerjaannya ini.
[caption id="attachment_323336" align="aligncenter" width="450" caption="Mbak Narti melayani pelanggan, menjual produksi pabrik"]