[caption id="" align="aligncenter" width="538" caption="Jarik dalam mozaik"][/caption]
Rasa penasaran itu mengusik tiap kali melihat  kain jarik yang diwadahi waskom tatkala menjelang operasi, tadinya hanya mengamati lama-lama iseng memotret, dan koleksi jepretan tentang jarik tersebut lebih dari ratusan. Kain panjang persegi yang berukuran kira-kira 2 - 2,5 meter dan lebar 1 - 1,5 meter itupun akhirnya mengusik untuk saya tulis. Meski keberadaan jarik tidak diperbolehkan di dalam kamar operasi namun untuk didaerah tertentu masyarakat masih saja menyiapkan kain tersebut meski tidak dibawa masuk ke kamar operasi. Ini sudah budaya terutama bagi ibu yang melahirkan selalu menyiapkan 4-6 jarik di dalam tasnya menuju rumah sakit. Jarik yang mudah didapatkan dan berfunsi multiguna itu menjadi salah saatu alasan dari mereka.
Berikut tulisan tentang jarik yang saban hari hampir saya ketemukan dengan mudah ditempat kerja saya.
[caption id="attachment_350496" align="aligncenter" width="540" caption="jarik batik, indah dan mengusik"][/caption]
Masyarakat tempat saya berdomisili (Ponorogo) menggunakan jarik seperti halnya kebutuhan primer, dan hampir setiap rumah memiliki kain itu. Karena adat dan budaya Jawa begitu kentalnya, dimana ketika mulai naik pelaminan orang akan memakainya, baik perempuan maupun lelaki. Begitu juga ketika melahirkan masyarakat hampir selalu menggunakan jarik untuk gedong bayi (pembungkus) meski sudah ada kain khusus untuk tersebut namum kebanyakan orang masih sering memakai jarik. Begitu juga untuk menggendong bayinya. Begitu untuk kerja sehari-hari, belum lagi para ibu ibu lanjut usia lebih suka memakai jarik untuk pakaiannya sehari-hari. Bahkan ketika ajal telah tiba jarik dipakai untuk menutupi jenasah (lurup). Ternyata jarik dipakai orang mulai orok sampai setelah ajal.
Banyaknya ragam jenis jarik dan corak yang masing masing mempunyai fungsi atau pemakaian serta makna sendiri-sendiri. Tapi itulah jarik menjadi multifungsi.
[caption id="attachment_350500" align="aligncenter" width="540" caption="jarik mengisyarakatkan dari mana pemiliknya berasal"]
Jarik bisa menggambarkan tingkat hidup ekonomi dari yang mempunyai jarik, semakin bagus bahan dan jenis batik akan menggambarkan semakin berduit pemiliknya. Dan begitu sebaliknya kondisi jarik juga bisa menggambarkan keprihatinan pemiliknya.
Jarik bisa menggambarkan dari mana asal atau daerah pemiliknya, karena setiap daerah mempunyai ciri dalam batik. Biasanya daerah pesisir pantai lebih dominan warna tajam dan berani, dan itu mungkin melambangkan bahwa orang pesisir mempunyai tipikal demikian, seperti halnya batik Jogja dan Solo yang kental dipengaruhi budaya keraton tentu si pemilik juga mempunyai perangai mirip budaya orang orang sekitar Solo dan Jogja.
Jarik juga melambangkan dia baru nikah (pasangan baru akan mempunyai anak) atau sudah lama, karena sering kali untuk anak pertama kali jarik sido mukti (jarik penganten) difungsikan untuk kebutuhan ini.
Tapi ini tidak mutlak karena banyak pedagang di depan RSU yang menjajakan jarik dengan harga antara 20-30 ribu, dan orang lebih mengambil praktisnya lebih senang memakai yang murah dan praktis, toh memakainya selam bersalin saja.