Komunikasi merupakan salah satu ilmu sosial yang berkembang sangat pesat pada tahun 1930-an di amerika serikat. Dan dari berbagai informasi, tokoh-tokoh yang di anggap pertama kali melakukan studi tentang komunikasi manusia adalah Harold Lasswell, Paul Lazarsfled, Kurt Lewin, dan Carl Hovland. Walaupun komunikasi dalam disiplin ilmunya belum terbilang lama, akan tetapi dalam perkembangannya sangat pesat. komunikasi internasional sebagai satu lapangan studi muncul pada abad ke-20, terutama setelah perang dunia kedua dan memasuki perang dingin.
Suasana yang menye-babkan tumbuhnya kajian komunikasi internasional, yaitu: Pertama, adanya konflik, perang dan penggunaan propaganda internasional; Kedua, perkembangan organisasi-organisasi dan diplomasi interna-sional; Ketiga, penyebaran ideologi dan penggunaan komunikasi untuk menyebarkan pesan-pesan ideologi; Keempat, perkembangan teknologi komunikasi yang semakin canggih. Perkembangan ini semakin pesat terjadi terutama pada tahun 80-an di mana telekomunikasi dan teknologi komunikasi berkembang dengan pesat, munculnya negara-negara maju, dan berkembangnya organisasi-organisasi internasional.
Selama perang dingin berlangsung, komunikasi berperan sebagai pendorong adanya kekuatan ekonomi pada negara-negara maju seperti Inggris, Perancis, Jerman, Uni Sovyet, dan Amerika Serikat. Komunikasi internasional menjadi instrumen persuasif dan modernisasi antar-negara. Dengan adanya instrumen tersebut akan muncul kekuatan-kekuatan yang saling berebut. Itulah sebabnya pada era perang dingin ada dua kekuatan yang bersifat dikotomis antara kaum kapitalis dengan kaum komunis.
Setelah perang dingin berakhir di mana Uni Sovyet yang notabene kaum komunis mengalami kehancuran, terjadilah perubahan yang signifikan dalam komunikasi global. Dunia tidak lagi dipandang sebagai dunia yang dikotomis, melainkan menjadi sebuah tatanan dunia baru yang bersifat global atau mengutip istilah Marshall McLuhan (1968) sebagai "global village".
Di dalam dunia politik, kekuatan (power), baik yang bersifat "hard power", maupun "soft power", banyak ditentukan oleh kekuatan yang bersumber dari teknologi dan jaringan informasi. Karenanya, tidak heran apabila Thomas L. Friedman, wartawan The New York Times mengatakan jika pada masa perang dingin sebagai warga dunia kita ditakutkan akan adanya serangan nuklir dan perlombaan senjata. Tetapi, pada masa globalisasi ini, kita lebih khawatir akan serangan virus komputer, karena virus komputer dapat merusak sistem pertahanan suatu negara.
Terjadinya konflik budaya dan peradaban. Dengan bergesernya peran negara dalam percaturan hubungan internasional, maka aspek kebudayaan menjadi dominan dalam hubungan internasional. Sementara itu, setiap kelompok budaya cenderung etnosentrik, yakni menganggap nilai-nilai budaya sendiri lebih baik dari pada budaya lainnya dan mengukur budaya lain berdasarkan rujukan budayanya. Ketika kita berkomunikasi dengan orang dari suku, agama atau ras lain, kita dihadapkan dengan sistem nilai dan aturan yang berbeda.Â
Sulit memahami komunikasi mereka bila kita sangat etnosentrik. Melekat dalam etnosentrisme ini adalah stereotip, yaitu generalisasi (biasanya bersifat negatif) atas sekelompok orang (suku, agama, ras, dsb.) dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan individual. Hal ini juga yang diungkapkan oleh Samuel P. Huntington tentang adanya clash civilizations.
Dalam bidang ekonomi dan teknologi akan muncul regionalisme. Jika pada perang dingin terdapat regionalisme yang lebih mengedepankan pada geo-politik seperti NATO, SEATO, Pakta Warsawa dan sebagainya, tentunya pada era global ini, regionalisme ini mengarah pada kerjasama di bidang ekonomi dan teknologi. Hal ini akan memberikan pengaruh yang besar dalam hubungan inter-nasional dan dalam komunikasi global. Hingga sampai saat ini komunikasi menggunakan bahasa inggris di tetapkan sebagai bahasa atau komunikasi international.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H