Mohon tunggu...
riza bahtiar
riza bahtiar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis artikel, esai, dan beberapa tulisan remeh

Selanjutnya

Tutup

Diary

Saham

7 Agustus 2024   21:08 Diperbarui: 7 Agustus 2024   21:12 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Bila tak keliru saya buka rekening investor di Mandiri pada 2020.  Atau 2019. Entahlah, lupa. Saya buka rekening investor setelah ikut training saham oleh MNC di STIA Tabalong. 

Saat membuka rekening itu saya juga menaruh dana sekitar Rp 500 ribu di situ. Saat itu, saya sangat terpengaruh bacaan atas Warren Buffett. Anda tahu Buffett 'kan? Trilyuner dari Amrik. Terkenal karena value investing. Tekniknya ditiru Lo Kheng Hong di Indonesia. Bahasa Lo Kheng Hong beli merci harga bajaj. Nilai perusahaan yang tinggi tidak tercermin di harga saham, karena bisa saja harga sahamnya jauh lebih murah dari nilai intrinsik perusahaan tersebut.

Dengan semangat cukup tinggi ingin macam Buffett, saya beli saham dengan platform MNC Trade (kini berubah jadi Motion Trade). Saya beli saham Waskita precast (WSBK), Sritex (SRIL), dan entah apa itu perusahaannya yang jelas kodenya PADI. Satu lagi saya beli saham Elnusa (ELSA). Tiga saham yang saya sebut di atas rontok. Hanya yang terakhir bertahan. 

Walhasil, lima ratus ribu saya bisa dibilang menguap percuma. Mungkin tidak juga karena saham Elnusa, masih bisa beri saya uang, Rp 2500. Yap, dua ribu lima ratus rupiah. Betul-betul investasi yang tak menguntungkan. 

Tapi, saya kira tak melulu loss yang saya dapat. Membaca buku Buffett, Kiyosaki, Soros, menanamkan pandangan bahwa investasi pada pengetahuan bukan hal percuma, bahkan meskipun gagal. Kegagalan adalah suatu bentuk pengetahuan sendiri. Ia jadi pondasi pengetahuan berikutnya. Tanpa membaca dan praktek hal-hal terkait investasi tak mungkin saya tahu apa itu cash flow, aset, dan liabilitas. 

Saat nonton film Karl Marx: der Deutsche Prophet, saya terpana oleh dua hal,

pertama, dalam dialog-dialognya dengan Engels, Marx masih menyebut "Ya Tuhan". Kedua, Marx berinvestasi pada perusahaan. Ini dia lakukan kala di Inggris. Anaknya yang ikut dengan dia ke perusahaan broker, protes karena itu adalah sistem kapitalis. Marx menjawab ikut serta dikit-dikit tak apalah. Ia bilang, bahkan, itu adalah bagian dari mengambil nilai lebih yang dicaplok kapitalis. Marx pernah menulis pada Engels, andaikata dia bisa memperoleh uang banyak, investasi pada perusahaan tertentunya akan memberikan imbal hasil banyak. Engels tampaknya tak terlalu hirau. Dia menyembunyikan fakta dari Marx bahwa dunia investasi saham adalah dunia yang sangat dia kuasai. Dia juga sangat paham bahwa Marx tak punya kemampuan mengendalikan diri bila berkaitan dengan uang banyak. 

Begitulah kontradiksi internal Marx dan Engels.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun