Pataka mesjid dengan ornamen pesawat sekitar lebih kurang sepuluh tahun silam, hampir merupakan hal yang umum di mesjid-mesjid maupun langgar di Tabalong. Namun, sekarang ornamen ini perlahan tergerus zaman.Â
Terus terang, saat berada di daerah Jawa, penulis tidak menemukan ornamen ikonik macam ini. Bahkan di luar Tabalong, sependek pengetahuan penulis fenomena ini belum ditemukan.
Bukan hanya pesawat, ada juga pataka berbentuk panah. Pataka jenis ini terdapat di Langgar Darul Yaqin, di desa Garunggung, Pangi. Selain di Baganja, di Wayau juga terdapat pataka pesawat. Misalnya di langgar Nurul Hikmah, desa Wayau. Kemudian di Langgar daerah Wayau juga. Sayangnya, foto saya tak menangkap di sisi lain dari nama Langgar tersebut.
Sepintas bila orang melihat adanya ornamen pesawat terbang di atas mesjid atau pun langgar, mungkin keningnya akan berkerut. Kok ada miniatur pesawat terbang di atas tempat ibadat? Bahkan, satu waktu saat penulis mengambil gambar ornamen pesawat ini, beberapa warga yang melihat berderai tertawa. Di satu sisi, boleh jadi mereka menertawakan fenomena unik kenapa generasi dulu meletakkan pesawat di pataka. Di sisi lain jangan-jangan mereka merasa malu.
Pada tataran interpretatif, ornamen pesawat terbang di tempat ibadat bisa ditafsirkan sebagai kebijaksanaan lokal. Ia adalah perpaduan dari semangat modernitas dan sekaligus keagamaan. Betapa tidak, pesawat terbang adalah hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, namun ia menjelma menjadi miniatur ikonik yang diletakkan di atas tempat ibadat kaum muslim Banjar Tabalong. Ia mungkin saja merupakan gambaran semangat keagamaan yang hibrid di masa pasca-kolonial. Ia merupakan ikon modernitas, namun memiliki nuansa keagamaan dengan tafsiran lokal yang sukar dibantah.
Kaum romantis kebudayaan mungkin akan meratapi bakal hilangnya fenomena kebudayaan keagamaan ini. Namun, tidakkah kebudayaan memang selalu berubah? [ ]