Puisi dari Toto S. Bachtiar berikut menggambarkan nuansa lain tentang ibukota. Ditulis tahun 1951 puisi ini membawakan suasana kebatinan yang berbeda. Tampaknya saat itu, sungai ibu kota Jakarta masih jernih. Sungai ini masih menampung dengan penuh riang terhadap kuli-kuli berdaki dan perempuan telanjang mandi.
IBU KOTA SENJA
Karya: Toto S. Bachtiar
Penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli-kuli berdaki dan perempuan telanjang mandi
Di sungai kesayangan, o, kekasih
Klakson oto dan lonceng trem saing-menyaingi
Udara menekan berat di atas jalan panjang berkelokan
Gedung-gedung dan kepala mengabur dalam senja
Mengurai dan layang-layang membara di langit-langit barat daya
O, kota kekasih
Tekankan aku pada pusat hatimu
Di tengah-tengah kesibukanmu dan penderitaanmu
Aku seperti mimpi, bulan putih di lautan awan belia
Sumber-sumber yang murni terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Dan tangan serta kata menahan napas lepas bebas
Menunggu waktu menyangkut maut
Aku tiada tahu apa-apa, di luar yang sederhana
Nyanyian-nyanyian kesenduan yang bercanda kesedihan
Menunggu waktu keteduhan terlanggar di pintu dinihari
Serta di keabadian mimpi-mimpi manusia
Klakson dan lonceng bunyi bergiliran
Dalam penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli-kuli yang kembali
Dan perempuan mendaki tepi sungai kesayangan
Serta anak-anak berenang tertawa tak berdosa
Di bawah bayangan samar istana kejang
Layung-layung senja melambung hilang
Dalam hitam malam menjulur tergesa
Sumber-sumber murni menetap terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Serta senjata dan tangan menahan napas lepas bebas
O, kota kekasih setelah senja
Kota kediamanku, kota kerinduanku .
1951
Gelanggang/ Siasat
      Pemindahan ibukota negara menjadi proyek besar sekaligus legacy Jokowi. Satu sisi saya sangat sadar tentang jawasentrisme dan upaya keras Jokowi mendekonstruksi ini, tapi, di sisi lain, pemindahan ini punya problematika yang tak kurang besar.[ ]   Â
Catatan alakadarnya: