Tiba-tiba, F. Budi Hardiman muncul, sebagai penengah atau semacam hakim garis atau apapun namanya, saat perdebatan panas, namun mengasyikan, antara Goenawan Mohamad dan AS. Laksana di facebook menyoal sikap keduanya terhadap sains.
Pak Dr. F. Budi Hardiman, memang, sosok yang keren, "gokil" banget, meminjam istilah Doktor  Yanwar Pribadi, 'Dosen Gokil' UIN SMH Banten. Saya pernah menjadi mahasiswanya dulu, saat kuliah pada Jurusan Islamic Philosophy, ICAS Paramadina University, kira-kira tahun 2005-2006.
Beliau mengajar matakuliah Filsafat Barat, dikenal sebagai dosen yang sangat disiplin dalam segala hal, terutama soal waktu. Saya punya pengalaman "sedikit pahit" soal kedisiplinan bersama beliau.
Suatu hari, karena sesuatu dan lain hal, saya tak mengumpulkan satu tugas makalah individu, yang seharusnya di kumpulkan pada pertemuan kelas, di hari tersebut. Apa yang terjadi?
Saya harus datang ke kantor utama beliau di STF Driyarkara yang berlokasi di Jembatan Serong, Jakarta Pusat, tepat pukul 07.00 WIB, esok harinya. Jika ingin mendapatkan nilai tugas tersebut dari beliau.
Bayangkan, saya harus sampai di Jakarta Pusat pagi-pagi sekali, sedangkan saat itu, saya nge-kos (baca : numpang di Kos-an Akmal Walad) di Kertamukti, Gang Nipan, Ciputat. Terbayang Ciputat-Jakarta yang macet dengan segala keruwetan transportasinya.
Saking tak mau terlambat sampai di lokasi yang dimauinya, saya berangkat setelah salat subuh, pagi-pagi buta, menunggu bus trayek Ciputat-Senen yang langka. Tak banyak bis, trayek tersebut.
Akhirnya, setelah melewati proses panjang dan berliku, penuh dinamika dan tantangan berat, sampailah juga saya di ruangan beliau pukul 06.55 WIB. Ini artinya saya punya waktu 5 menit untuk bertemu dan menyerahkan tugas mandiri tersebut.
Yang saya salut, beliau sudah ada di kantornya sepagi itu, sangat rapi sekali. Setahu saya, jam ngantor dosen agak siangan, kira-kira pukul 08.00-an. Beliau menyambut saya dengan sangat hangat, dan salutnya, beliau juga sangat tahu siapa yang akan menghadapnya di pagi-pagi sekali, hari itu.
Wajah beliau sangat sumringah, senyum khasnya terlihat saat saya tiba. Perjuangan berat yang saya lakukan hari itu terbayar lunas oleh keramahan beliau memperlakukan mahasiswanya (baca : saya) yang rada malas dan berleha-leha untuk mengerjakan tugas yang telah diberikannya.