Mohon tunggu...
Made Bungloen
Made Bungloen Mohon Tunggu... -

Saya suka menulis sambil ngopi. Selain disini, tulisan saya bisa juga disimak di http://www.bungloen.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semua Pengguna Jalan adalah “Keluarga” Polisi Lalu Lintas

12 Agustus 2016   11:58 Diperbarui: 12 Agustus 2016   12:21 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam kehidupan kita sehari – hari, kita sering melihat pelanggaran aturan hukum yang dilakukan oleh pihak – pihak tertentu. Mulai dari yang paling sederhana, pelanggaran atas rambu – rambu lalu lintas, hingga pelanggaran hukum yang berat, bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Inilah yang menyebabkan hukum di Indonesia cenderung lembek, tidak tegas, dan semua masih bisa untuk dilanggar asal ada kesepakatan.

Sistem hukum yang diterapkan di Indonesia memang memungkinkan untuk dilakukannya penyelesaian sebuah masalah secara kekeluargaan, meskipun ada pelanggaran aturan hukum didalamnya. Sebut saja, tindakan pelanggaran rambu lalu lintas, masih bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan, bahkan penghilangan nyawa karena kecelakaan lalu lintas-pun bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Saya rasa ada banyak yang sepakat akan hal ini. Penyelesaian atas nama kekeluargaan lebih efisien dan hemat waktu, tanpa harus melalui proses pengadilan.

Contoh yang paling sederhana atas hal ini adalah kasus pelanggaran lalu lintas. Kondisi razia yang dilakukan oleh pihak Polisi Lalu Lintas (Polantas) adalah kondisi pemeriksaan yang dalam Undang – Undang disebutkan sebagai kondisi Tangkap Tangan. Jadi secara sederhananya, kondisi razia lalu lintas adalah pemeriksaan untuk tangkap tangan para pelanggar lalu lintas. Ketika pengendara kedapatan tidak membawa Surat Ijin Mengemudi (SIM) maka Polantas berhak melakukan penangkapan atau pendindakan. Ini diatur dalam Pasal 264 - 266 UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan yang setelah saya rangkum, terdapat poin – poin sebagai berikut:

Pertama, yang berwenang melakukan pemeriksaan kendaraan di jalan (melakukan razia) adalah Petugas Kepolisian dalam hal ini Polantas dan penyidik pegawai negeri sipil di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang seding kita sebut dengan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ).

Kedua, hal – hal yang diperiksa adalah yang berupa :

a. Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b. tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji;
c. fisik Kendaraan Bermotor;
d. daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang; dan/atau
e. izin penyelenggaraan angkutan.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara berkala atau insidental sesuai dengan kebutuhan, jadi tidak salah jika Polantas atau pihak DLLAJ, melakukan razia mendadak di manapun dan kapanpun. Di desa dengan kondisi jalan yang sempit-pun Polantas dibenarkan untuk melakukan razia, dengan dasar ada pelaporan pencurian kendaraan dan alasan yang logis lainnya.

Ketiga, saat menemukan ada pelanggaran di jalan, petugas Polantas berwenang untuk melakukan penghentian, meminta keterangan, atau tindakan lain yang dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum. Jadi kalau melanggar aturan di jalan, dan di hentikan secara mendadak, memang sah secara hukum. Dan ketika petugas menanyakan kelengkapan surat – surat kendaraan secara mendadak di jalan pun sah menurut hukum.

Perihal sanksi yang patut dikenakan kepada pelanggar yang tidak taat terhadap aturan di jalan, diatur dalam pasal 275 – 297 UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, saya coba rangkumkan di bawah.

Pertama, corat - coret terhadap rambu lalu lintas, marka jalan, dan yang sejenisnya. Termasuk kepada corat – coret terhadap rambu lalu lintas seperti yang banyak kita temui di jalan, bisa dipidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak 250 ribu rupiah. Ini kalau tertangkap, atau dilaporkan, atau kalau ada bukti pelaku mecorat – coret atau merusak rambu lalu lintas. Kalau kedapatan merusak dalam arti menghancurkan atau mencabut dan yang sejenisnya, bisa dipidana 2 tahun atau denda 50 juta rupiah.

Kedua, kendaraan bermotor yang tidak dilengkapi dengan plat nomor, atau tanda nomor kendaraan bermotor bisa dipidana dengan kurungan selama 2 bulan, atau denda paling banyak 500 ribu rupiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun