Mohon tunggu...
Galih Andreanto
Galih Andreanto Mohon Tunggu... -

pejuang pemikir - pemikir pejuang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengembalikan Visi Kedaulatan Pangan

23 September 2012   12:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:51 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aku Bertanja kepadamu, sedangkan rakjat Indonesia akan mengalami tjelaka, bentjana, malapetaka dalam waktu dekat kalau soal makanan rakjat tidak segera di petjahkan, sedangkan soal persediaan rakjat ini, bagi kita adalah soal hidup atau mati... Tjamkan, sekali lagi tjamkan, kalau kita tidak “aanpakkan”soal makanan rakjat ini setjara besar-besaran, setjara radikal dan revolusioner, kita akan mengalami malapetaka”. (Bung Karno, 1952)

Cuplikan pidato Bung Karno, saat peletakan batu pertama Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia kini  Institut Pertanian Bogor (IPB) masih sangat relevan. Pesan pidato Bung Karno di atas adalah pecutan bagi kita semua untuk segera mengantisipasi terkait persoalan kedaulatan pangan bagi bangsa Indonesia yang mengklaim sebagai negeri agraris. Visi besar kedaulatan pangan terasa amat nyata diperlukan mengingat tantangan dunia kedepan adalah persoalan krisis pangan. Celakalah bagi suatu bangsa jika tidak memiliki prinsip kemandirian atau kedaulatan pangan.

2. Jumlah Penduduk Dunia dan Ketersediaan Lahan Pertanian

Kedaulatan pangan hendaknya menjadi prioritas utama yang urgensinya teramat sangat mendesak karena berbagai faktor yang mengarah pada kondisi krisis pangan. Penduduk dunia pada tahun 2010 telah mencapai 6,896 Miliar orang (World Population Prospects: the 2010 revision www.un.org/esa/population/). Sementara data dari FAO statistic division mengungkapkan bahwa sampai tahun 2009 lahan pertanian yang tersedia adalah 0,2 hektar per orang, bahkan di negara-negara berpenghasilan rendah, ketersediaan lahan pertanian per orang jauh lebih rendah dan menunjukan tren terus menurun tiap tahun. Hal ini menunjukan bahwa potensi krisis pangan bukanlah prediksi yang mengada-ada.

3.Titik Nadir Negeri Agraris

Ditarik ke dalam konteks dalam negeri jumlah petani di Indonesia semakin sedikit dengan penguasaan lahan rata-rata hanya 0,3 ha. Data BPS menunjukkan, jumlah petani gurem di Indonesia terus meningkat, dari 10,80 juta orang pada tahun 1993menjadi 13,66 juta orang pada tahun 2003 dan 15,60 juta orang pada tahun 2008, Sebelumnya jumlah petani gurem dalam kurun waktu tahun 1993 hingga 2003 meningkat rata–rata sebesar 2,6 persen per tahunnya. Bahkan Indonesia merupakan negara agraris dengan penguasaan lahan tersempit di dunia, dengan land-man ratio 362 m2/kapita pada tahun 2003 dan 354 m2/ kapita pada tahun 2008 (Adnyana 2005; SPI 2010). Di Pulau Jawa jumlah petani gurem mencapai 75 persen dari seluruh total rumah tangga petani. Dari data Profil Kemiskinan di Indonesia (BPS) menerangkan bahwa Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang, sebagian besar penduduk miskin berada pada daerah pedesaan yaitu sebesar 64,23 persen. Hal ini menunjukan bahwa kemiskinan petani berbanding lurus dengan minimnya akses petani terhadap tanah dan jika hal ini dibiarkan maka petani akan menjadi profesi yang paling tidak menjanjikan dan terancamnya eksistensi profesi petani di dalam negeri karena identik dengan kemelaratan.

Sejalan dengan kondisi tersebut jumlah penduduk Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2010 menginjak angka 237.641.326 orang. Laporan FAO (2011) menyebutkan bahwa kelaparan penduduk dunia tahun 2010 mencapai sekitar 925 juta jiwa dan kelaparan penduduk Indonesia mencapai 29.9 juta jiwa. Jumlah yang sangat besar terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan ancaman kelaparan dalam negeri. Jika potensi besaran jumlah penduduk tidak diimbangi dengan kedaulatan pangan maka Indonesia adalah pangsa pasar yang paling menjanjikan bagi negara lain untuk mengekspansi produk pangan asing ke dalam negeri. Atas nama ketahanan pangan masuknya produk pangan impor ke dalam negeri adalah sah sebagai strategi ekonomi politik bangsa asing. Bukan tidak mungkin jika kita masih menegasikan prinsip kedaulatan pangan maka Indonesia akan bergantung terhadap ketersediaan pangan luar negeri.

4. Globalisasi dan Penyerahan Sukarela Kedaulatan Pangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun