Di bawah Shin Tae-yong, Indonesia lolos ke putaran final Piala Asia di tiga level usia sekaligus. Dari tim U-20, tim U-23 dan juga tim senior.
Ini capaian yang belum pernah ditorehkan pelatih timnas sebelum-sebelumnya. Bahkan di level senior kita sempat absen selama 16 tahun, adapun di level U-23 malah belum pernah lolos sama sekali.
Poin Minus STY
Setelah mengulas sekilas hal-hal positif dari Shin Tae-yong selama melatih timnas Indonesia, kini saatnya membedah apa saja kekurangan sang pelatih.
Poin-poin yang saya sebutkan di bawah ini berdasarkan pengamatan dan pendapat pribadi. Ditambah beberapa pandangan orang lain yang saya setujui.
Apa saja?
1. Favoritisme Pemain
Beberapa kali Shin Tae-yong membuat keputusan yang mengundang tanda tanya saat memanggil maupun mencoret pemain dari skuat timnas. Termasuk juga mempertahankan pemain tertentu dalam susunan starting line-up.
Aroma favoritisme menguar kencang setiap kali STY menyusun tim. Bisa dipastikan beberapa nama bakal ia panggil, tak peduli bagaimana performanya bersama klub di liga. Sebaliknya, pemain yang bukan favoritnya tidak dipanggil, sekalipun tengah on form.
Terbaru, Shin Tae-yong mengabaikan Stefano Lilipaly dan lebih memilih deretan striker Liga 1 dengan produktivitas gol lebih buruk. Demikian pula Nadeo Argawinata yang awalnya tak masuk skuat, padahal merupakan kiper lokal terbaik di liga.
2. Overrate Pemain Naturalisasi
Di bawah kepelatihan Shin Tae-yong terjadi banjir pemain hasil naturalisasi. Dalam empat tahun saja, belasan nama sudah dan akan beralih kewarganegaraan agar dapat membela timnas Indonesia.
Menurut PSSI, naturalisasi pemain adalah permintaan STY. Alasan yang selalu diajukan, pemain yang merumput di Liga 1 tak cukup mumpuni untuk bersaing di level tinggi.
Pernyataan ini bermasalah. Selaku pelatih timnas, STY sedang merendahkan materi pemainnya sendiri. Merendahkan para pemain yang seharusnya ia angkat kemampuannya, di mana itu merupakan alasan kenapa PSSI memberinya gaji tinggi.