Dalam hemat saya, di sinilah letak permasalahannya. Jika mencermati perjalanan kariernya di atas, Mbarga tidak pernah tinggal di Kamboja selama lima tahun berturut-turut seperti dipersyaratkan FIFA.
Setelah empat tahun merumput di Kamboja pada periode pertama (2013-2017), ia pindah ke Thailand setahun. Baru setelah itu balik ke Kamboja dan tinggal selama tiga tahun lagi di periode kedua (2018-2021).
Artinya, sekalipun pernah tinggal di Kamboja selama tujuh tahun dan itu sudah memenuhi persyaratan naturalisasi versi negara, Mbarga belum pernah melakukannya dalam lima tahun berturut-turut yang menjadi syarat minimal FIFA.
Bakal Gagal?
Jadi, tidak mengherankan jika FIFA masih belum mengakui naturalisasi Mbarga sekalipun ia sudah menjadi warga negara Kamboja. Bahkan bisa jadi proses naturalisasi ini tidak akan pernah disetujui oleh FIFA.
Banyak yang menyamakan kasus Mbarga dengan proses naturalisasi Marc Klok dulu. Namun ada perbedaan sangat mendasar di antara keduanya.
Klok dulu sedang tinggal di Indonesia ketika proses naturalisasinya ditangguhkan FIFA. Ia hanya perlu bertahan di Indonesia selama beberapa tahun lagi sehingga memenuhi persyaratan minimal masa tinggal.
Terbukti setelah itu persetujuan FIFA turun. Per 2022, Klok boleh membela timnas Indonesia.
Lain halnya dengan Mbarga. Saat ini ia sedang tinggal di Indonesia, sedangkan total tujuh tahun masa tinggalnya di Kamboja tak ada yang memenuhi persyaratan minimal FIFA karena diselingi bermain di Thailand semusim.
Alhasil, kalau isunya memang soal lama masa tinggal di Kamboja, satu-satunya cara untuk mendapat persetujuan FIFA adalah Mbarga harus kembali ke Kamboja dan tinggal di sana selama lima tahun ke depan. Jika langsung kembali ke Kamboja sekarang, maka baru pada Oktober 2028 ia memenuhi persyaratan lama masa tinggal minimal 5 tahun.
Jelas ini bukan solusi yang diinginkan, baik oleh FFC lebih-lebih lagi oleh Mbarga. Usianya saat ini 31 tahun, ditambah 5 artinya 36. Sudah terlalu tua.
Poor Mbarga....