Hasilnya, Tim Garuda kalah telak 1-4. Satu-satunya yang bisa dibanggakan dari pertandingan ini adalah, Indonesia merupakan tim pertama (dari cuma dua tim) yang bisa menjebol gawang Korut.
Di sepanjang turnamen itu gawang Korea Utara hanya bobol dua kali. Sekali oleh Fandi Eko Utomo di 16 besar, lalu sekali lagi oleh Rim Chang-woo dari Korea Selatan di partai final.
Lalu pada 2018, Indonesia melaju ke fase knock-out sebagai juara Grup A. Lawannya di 16 besar adalah Uni Emirat Arab yang lolos dari jalur peringkat tiga terbaik.
Catatan UAE tidak meyakinkan ketika itu. Namun ternyata timnas tak bisa menaklukkan lawan dan malah kalah adu penalti.
Well, melihat catatan Indonesia di Asian Games, terutama di dua edisi terakhir, lolos ke 16 besar semestinya bukan lagi target. Itu adalah keharusan, sekalipun lewat jalur peringkat tiga terbaik.
Kalau bicara harapan, tentu saja saya ingin Indonesia kembali meraih medali Asian Games. Saya ingin dahaga 65 tahun ini terobati, seperti halnya puasa emas SEA Games baru saja kita putus.
Namun saya juga realistis, tanpa sama sekali bermaksud meremehkan kemampuan Rizky Ridho, dkk. Meraih medali agaknya target yang terlalu tinggi untuk kita capai di Asian Games.
Maka, jika Indra Sjafri bertekad menghadirkan kejutan, saya hanya berharap apa kelak yang ia capai bersama tim Indonesia U-24 adalah rekor yang lebih baik dari 2014 dan 2018. Itu saja.
Ya, minimal menembus perempatfinal. Kalaupun ternyata sukses meraih medali, mana mungkin saya menolak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H