Hasil ini terbukti sangat merugikan. Meski kemudian menang telak 7-0 atas Mongolia dan sukses menahan imbang tuan rumah Thailand 0-0 di partai terakhir, Indonesia gagal lolos karena hanya finish di peringkat tiga.
Capaian lebih buruk diraih dua tahun berselang. Tergabung bersama tuan rumah Vietnam, Thailand dan Brunei Darussalam, Garuda Muda hanya bisa menang sekali. Satu-satunya kemenangan itu, mudah ditebak, diraih dari Brunei. Itupun dengan skor tipis 2-1.
Lalu di edisi 2022, wabah Covid-19 membuat grup yang dihuni Indonesia U23 tinggal tersisa dua tim saja. China memilih mengundurkan diri karena paling parah terkena pagebluk, kemudian Brunei Darussalam ikut mundur pula.
Tinggallah Indonesia dan Australia. Kedua tim lantas bertanding dalam format kandang-tandang untuk menentukan siapa yang berhak menjadi juara grup. Kedua-dua pertandingan dilangsungkan di Dushbane, Tajikistan.
Meski memberikan perlawanan sengit, Indonesia U23 selalu kalah dari Australia. Pertandingan pertama berakhir dengan skor 2-3, sedangkan yang kedua 0-1. Artinya, Garuda Muda kalah 2-4 secara agregat. Gagal maning.
Peluang Lebih Lebar
Kini, peluang lolos ke putaran final sangat terbuka bagi Indonesia U23. Kalaupun menjadi juara grup dianggap mustahil, maka jalur runner-up terbaik sangat terbuka lebar.
Syaratnya dua: (1) harus menang atas Taiwan dan (2) Â jangan kalah ketika menghadapi Turkmenistan. Berapapun skornya tidak jadi masalah, terpenting wajib meraup 3 poin dari Taiwan dan 1 poin dari Turkmenistan.
Kalau skenario di atas berjalan, maka Indonesia U23 mengantongi poin 4. Terlepas berapapun produktivitas golnya nanti, dengan bekal 4 poin jalan Indonesia bakal sangat lapang.
Kenapa cukup mengejar 4 poin? Bukankah tim-tim lain juga bisa meraih angka itu, terlebih yang grupnya berisi empat kontestan?
Justru itu. Karena jumlah tim di setiap grup tidak sama, maka pertandingan melawan tim paling buncit di grup-grup yang berisikan empat tim (biasanya) tidak akan dihitung. Di sinilah kesempatan Indonesia terletak.