Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menata Ulang Strategi Naturalisasi Pemain

12 Januari 2023   10:10 Diperbarui: 14 September 2024   01:06 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alberto Goncalves, contohnya, yang dinaturalisasi saat berusia 37 tahun. Sewakttu tampil membela timnas melawan Vietnam pada 15 Oktober 2019, usia pemain berdarah Brazil tersebut 38 tahun 287 hari. Hari itu Beto mematahkan rekor kiper legendaris Hendro Kartiko.

Demikian halnya Cristian Gonzales. Ketika melakoni debut bersama timnas melawan Timor Leste pada 21 November 2010, usia El Loco sudah 30 tahun 5 bulan 1 hari.

Okelah, keduanya penyerang-penyerang subur. Sepanjang lima tahun berseragam timnas, El Loco mengemas 12 gol dari 29 penampilan. Beto lebih gokil lagi, sebab mampu mengukir 10 gol hanya dalam 12 pertandingan bersama Tim Garuda.

Masalahnya, seberapa lama kita bisa mengandalkan Beto jika si penyerang baru bisa membela Indonesia di usia 37 tahun? Gonzales yang dinaturalisasi saat berusia 30 tahun saja cuma bisa bertahan lima tahun. Itupun dengan produktivitas yang semakin menurun.

Menaturalisasi pemain berkepala tiga tidak pernah terjadi di Curacao. Para pengurus FFK paham benar, membangun timnas butuh proses tidak sebentar. Maka dari itu, mereka perlu pemain-pemain usia muda yang punya cukup waktu untuk mengikuti proses tersebut.

Contoh pemain yang paling tepat menurut saya adalah seperti Elkan Baggott, sekalipun ia kurang tepat disemati sebutan pemain naturalisasi. Usia Elkan masih muda, juga membawa warna baru bagi permainan timnas. Untuk kali pertama pertahanan Indonesia punya 'aroma' Eropa.

Masuknya Sandy Walsh masih okelah. Usianya 27 tahun sekarang, setidaknya tenaga pemain KV Mechelen bisa dipakai untuk dua kali Piala Asia (2023 dan 2027) serta dua atau tiga Piala AFF (2024, 2026, 2028).

Lalu Shayne Pattynama yang proses naturalisasinya sudah disahkan Presiden Joko Widodo, juga baru berusia 24 tahun. Jika mampu mempertahankan performa, masa depan left back berdarah Maluku ini di timnas Indonesia masih sangat panjang.

Meniru langkah Curacao pula, kalau perlu PSSI membuat aturan agar para pemain naturalisasi harus merumput di luar negeri. Di Asia Tenggara saja tidak mengapa, sebab kualitas Malaysia Super League, V.League (Vietnam), Thai League 1 atau Singapore Super League berada di atas di Liga 1 menurut AFC Club Competitions Ranking edisi 2022.

Setelah rampung menata ulang program naturalisasi pemain, langkah berikutnya yang perlu dicontoh PSSI dari federasi sepak bola Curacao adalah ... tunggu di tulisan selanjutnya.

Catatan: Judul ini merupakan yang kedua dari tiga tulisan mengenai timnas Curacao. Judul sebelumnya adalah Yang Perlu Dipelajari PSSI dari Federasi Sepak Bola Curacao dan selanjutnya Buruk Muka Federasi, Jangan Pelatih yang 'Dibelah'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun