Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kerusuhan di Kanjuruhan, Bukti Rendahnya Literasi Sepak Bola Indonesia

2 Oktober 2022   12:29 Diperbarui: 3 Oktober 2022   04:29 1858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KERUSUHAN di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam WIB lalu, sungguh sangat disesalkan. Sebanyak 127 korban jiwa jatuh dalam peristiwa ini. Kejadian yang bisa jadi bakal terulang kembali jika literasi sepak bola di negara ini masih sebegini rendah.

Bisa dimaklumi jika banyak pihak langsung mengacungkan telunjuk pada Aremania sebagai penyebab tragedi akbar tersebut. Pasalnya, mereka dituding tidak terima Arema Malang dikalahkan Persebaya di kandang sendiri.

Selama 23 tahun terakhir, Arema tidak pernah kalah dari Persebaya di Malang. Wajar saja jika Aremania merasa kecewa. Yang tidak wajar, rasa tidak puas itu ditunjukkan dengan berbondong-bondong menyerbu lapangan begitu wasit mengakhiri pertandingan.

Para pemain dan staf Arema jadi target kemarahan Aremania. Untuk apa lagi kalau bukan dihajar sebagai peringatan karena dianggap gagal mengelola klub kesayangan mereka, yang menyebabkan kalah dari musuh bebuyutan.

Namun, tanpa membela tindakan tidak terpuji Aremania menyerbu lapangan, menurut saya ada penyebab lain yang membuat kerusuhan tadi malam semakin meluas. Akibat rembetannya, jumlah korban jiwa yang jatuh juga bertambah banyak.

Jujur saja, saya tidak berani menyalahkan pihak-pihak tersebut. Saya hanya akan menyebutnya sebagai "kesalahan prosedur" dalam memitigasi risiko serta menangani kerusuhan suporter. Kesalahan yang boleh jadi merupakan penyebab skala kerusuhan di Kanjuruhan semakin meluas.

Benar, Aremania telah bertindak keterlaluan dengan menyerbu lapangan. Ini jelas kita setujui bersama. Akan tetapi, respons yang diberikan oleh pihak yang seharusnya meredam tindakan ini, menurut saya juga punya andil dalam memperuncing kekacauan. Juga pihak yang diduga abai terhadap potensi kerusuhan.

Namun tidak ada maksud menyalahkan satu pihak dan membela pihak yang lain di sini. Saya justru ingin menyoroti jika rangkaian kejadian ini merupakan bukti nyata jika literasi sepak bola di negara ini masih sangat rendah.

Sama-Sama Melanggar Aturan

Kalau aturan-aturan permainan sepak bola, saya yakin banyak yang paham di luar kepala. Namun ketentuan-ketentuan seputar pertandingan sepak bola, baik sebagai penonton (baca: suporter) maupun penyelenggara (termasuk di dalamnya petugas keamanan), rasa-rasanya masih harus ditingkatkan lagi.

Lihat saja dalam kerusuhan di Kanjuruhan ini, ada berapa banyak aturan dan ketentuan FIFA yang dilanggar. Baik ketika pertandingan berlangsung maupun saat kerusuhan mulai pecah. Saya hanya akan mengulas dua-tiga poin di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun