BOLA itu bundar. Adagium ini begitu popular di dunia sepakbola, menegaskan bahwa setiap pertandingan begitu sulit ditebak. Terutama di level antarnegara seperti Piala Dunia saat ini. Begitu banyak kejutan terjadi, sehingga hasil akhir pertandingan seringkali tak sesuai perhitungan di atas kertas.
Siapa sangka Argentina yang peringkat lima dunia kalah telak 0-3 dari Kroasia (#20) di fase grup? Rasanya dapat dihitung dengan jari jumlah orang yang memprediksi Argentina bakal kalah jelang pertandingan tersebut. Apatah lagi dengan skor setelak itu. Tapi, sekedar mengingatkan, bola itu bundar.
Kejutan lain di babak grup adalah kekalahan Jerman dari Korea Selatan. Dalam rangking terbaru FIFA (belum ditambah poin dari partisipasi di Piala Dunia 2018), Jerman menduduki peringkat 1. Jauh di atas Korea Selatan yang berada di peringkat 57. Toh, skor akhir 2-0 untuk kemenangan The Taeguk Warriors.
Meski demikian sepakbola juga akrab dengan berbagai mitos. Disebut mitos karena hal demikian sulit diukur keabsahannya, namun pada kenyataannya sering sekali terjadi. Karena sering terjadi itulah kemudian mitos-mitos ini dianggap sebagai sebuah keniscayaan. Sekalipun tak jarang pula meleset.
Salah satunya adalah mitos bahwa tim yang mengalahkan tuan rumah bakal keluar sebagai juara Piala Dunia. Tentu saja secara logis sulit mencari hubung-kait antara mengalahkan tuan rumah turnamen dengan peluang juara. Tapi, menariknya, hal demikian kerapkali terjadi.
Ambil contoh Brasil sebagai peraih trofi Piala Dunia terbanyak. Ketika pertama kali meraih gelar juara pada Piala Dunia 1958, Tim Samba menggasak tuan rumah 5-2 di partai final. Empat tahun berikutnya, Pele cs. mengalahkan tuan rumah Cile 4-2 di semifinal sebelum mengakhiri kompetisi sebagai juara.
Kali ketiga Brasil mengalahkan tuan rumah dan jadi juara terjadi pada Piala Dunia 1994. Waktu itu gol tunggal Bebeto menentukan kemenangan The Little Canary atas tuan rumah Amerika Serikat di babak 16 besar. Dan di akhir kompetisi, kapten tim Carlos Dunga mengangkat trofi juara usai menang adu penalti melawan Italia.
Italia sendiri menjuarai Piala Dunia 2006 setelah sempat mengalahkan tuan rumah Jerman di semifinal. Ditahan imbang 0-0 selama 90 menit babak normal, pergerakan Fabio Grosso di lini pertahanan Jerman pada menit ke-119 mengawali keunggulan Italia. Gol Alessandro del Piero semenit berselang mengunci kemenangan Gli Azzurri. Jerman 0, Italia 2 dan melenggang ke final.
Menariknya, Jerman menempuh jalan nyaris sama ketika bertahta di Piala Dunia 2014. Empat tahun lalu, secara meyakinkan Jerman mempermak tuan rumah Brasil dengan skor 7-1 di semifinal, sebelum menumbangkan Argentina di partai pamungkas.
![FOTO: FIFA.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/07/15/france-1998-world-cup-5b4b54f8dd0fa85dd078b712.jpg?t=o&v=770)
Satu mitos lain yang akrab dengan Piala Dunia adalah hadirnya juara baru tiap 20 tahun. Perhitungan ini dimulai dari Piala Dunia 1958 dengan kemunculan Brasil sebagai juara dunia di Swedia. Gabungan pemain muda dan pemain berpengalaman yang diracik pelatih Vicente Feola saat itu sukses menghentikan dominasi duo Uruguay-Italia.