Mohon tunggu...
Drh. Chaidir, MM
Drh. Chaidir, MM Mohon Tunggu... profesional -

JABATAN TERAKHIR, Ketua DPRD Provinsi Riau Periode 1999-2004 dan Periode 2004-2008, Pembina Yayasan Taman Nasional Tesso Nillo 2007 s/d Sekarang, Pembina Politeknik Chevron Riau 2010 s/d sekarang, Ketua Dewan Pakar DPD Partai Demokrat,Riau 2009 s/d 2010, Wakil Ketua II DPD Partai Demokrat Riau 2010 s/d 2015, Anggota DPRD Tk I Riau 1992 s/d 1997, Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tk I Riau 1993 s/d 1998, Ketua Komisi D DPRD Tk. I Riau 1995 s/d 1999, Ketua DPRD Provinsi Riau 1999 s/d 2004, Ketua DPRD Provinsi Riau 2004 s/d 2008, Wakil Ketua Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi se-Indonesia 2001 s/d 2004, Koordinator Badan Kerjasama DPRD Provinsi se-Indonesia Wilayah Sumatera 2004 s/d 2008, Pemimpin Umum Tabloid Serantau 1999 s/d 2000, Pemimpin Umum Tabloid Mentari 2001 s/d 2007, Anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA Pusat)AJB Bumiputera 1912 2006 s/d 2011, Ketua Harian BPA AJB Bumiputera 1912 (Pusat)2010 s/d 2011, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jurusan Ilmu Pemerintahan UIR Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jur Ilmu Komunikasi Univ Riau Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi DWIPA Wacana 2011

Selanjutnya

Tutup

Politik

Uji Nyali Presiden SBY

25 Juli 2011   01:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:24 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh drh Chaidir,


PASCA pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab pada abad ke-7 Masehi, iklim Kekhalifahan Islam di Tanah Arab tak begitu kondusif. Khalifah Usman bin Affan yang menggantikan Umar bin Khattab bahkan terbunuh karena gelombang unjuk rasa ketidakpuasan pengikutnya. Ali bin Abi Thalib yang tampil kemudian sebagai Khalifah menggantikan Usman bin Affan tak lagi bisa tidur nyenyak. Masyarakatnya terlanjur sulit diatur dan pengikutnya mulai kritis.

Seorang pengikut bertanya kepada Ali bin Abi Thalib dengan agak sinis, kenapa Anda tidak bisa memerintah seperti Umar bin Khattab? Ali bin Abi Thalib, sebagaimana diriwayatkan menjawab dengan tenang, karena Umar bin Khattab pengikutnya orang-orang seperti aku, sedang aku, pengikutku orang-orang seperti kamu

Serupa tapi tak sama, kira-kira demikian analogi kurang kondusifnya situasi yang dihadapi oleh Presiden SBY dalam beberapa bulan terakhir ini. Karakter bangsa yang dipimpin oleh Presiden SBY hari ini agaknya sudah beda dengan bangsa yang sama yang dipimpin oleh beberapa Presiden sebelumnya. Suka atau tidak suka, masyarakat sudah banyak berubah, masyarakat kini sudah sangat paham akan hak-hak politiknya, bahkan adakalanya lupa bila ada hak politik orang lain..

Memang, membandingkan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia sekarang dengan kehidupan di masa Khulafaur Rasyidin (masa Kekhalifahan Islam sepeninggal Nabi Muhammad SAW) tentulah kurang tepat. Indonesia bukan kehkalifahan seperti itu. Struktur masyarakatnya pun tak sama. Kondisi sosio kultural masyarakatnya juga jauh beda. Tapi sesungguhnya dalam dimensi kehidupan bernegara, hampir tidak ada beda. Ada pemerintah yang memerintah dan ada rakyat yang diperintah. Ada pemimpin ada pula pengikut. .

Jujur, menjadi pemimpin di era sekarang amat tidak sederhana. Presiden SBY sebagaimana kita saksikan melalui media massa, sering dibuat salah tingkah, maju kena mundur kena, berbuat salah tak berbuat lebih salah. Diam dianggap lambat, cepat dianggap gegabah. Padahal, rekam jejak SBY sejauh yang diketahui publik, adalah seorang jenderal pemikir, penuh pertimbangan sebelum mengambil keputusan. SBY selalu menginginkan segala sesuatunya duduk pada tempatnya, prosedural, semua terorganisasi dengan baik (well organized). Namun bukan pula tabu terhadap terobosan. Buktinya, SBY justru mendorong para Menterinya untuk selalu berpikir out of the box sebagaimana ditulis Dino Patti Jalal. Maksudnya, jangan hanya sekedar mengerjakan tugas sebagai business as usual, sesuai tupoksi belaka. Para Menterinya harus cemerlang dan harus berani mengambil langkah-langkah akselerasi.

Namun, retorika semata kelihatannya belum cukup. Masalah besar kini ada di depan hidung dan kelihatannya sudah tertumbuk di bahu. Tak lagi bisa dielakkan. Bangsa kita telah banyak kehilangan etika dan kejujuran, bahkan juga kehilangan muka di pergaulan antar bangsa. Korupsi, mafia peradilan, makelar anggaran, politisi busuk, merajalela. Pagar makan tanaman, musang berbulu ayam, ada dimana-mana. Hipokritisasi menjadi-jadi. Bila dibiarkan kita akan terus meluncur ke pinggir jurang. Maka, inilah saatnya Presiden SBY menunjukkan kepada bangsanya, berani menangkap momentum melakukan pembenahan dan bersih-bersih tanpa pandang bulu. Ini saatnya uji nyali. Jangan khawatir, contingency leadership memberi laluan akademis bagi sang pemimpin untuk secara tegas meminta kepatuhan masyarakatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun