Mohon tunggu...
Drh. Chaidir, MM
Drh. Chaidir, MM Mohon Tunggu... profesional -

JABATAN TERAKHIR, Ketua DPRD Provinsi Riau Periode 1999-2004 dan Periode 2004-2008, Pembina Yayasan Taman Nasional Tesso Nillo 2007 s/d Sekarang, Pembina Politeknik Chevron Riau 2010 s/d sekarang, Ketua Dewan Pakar DPD Partai Demokrat,Riau 2009 s/d 2010, Wakil Ketua II DPD Partai Demokrat Riau 2010 s/d 2015, Anggota DPRD Tk I Riau 1992 s/d 1997, Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tk I Riau 1993 s/d 1998, Ketua Komisi D DPRD Tk. I Riau 1995 s/d 1999, Ketua DPRD Provinsi Riau 1999 s/d 2004, Ketua DPRD Provinsi Riau 2004 s/d 2008, Wakil Ketua Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi se-Indonesia 2001 s/d 2004, Koordinator Badan Kerjasama DPRD Provinsi se-Indonesia Wilayah Sumatera 2004 s/d 2008, Pemimpin Umum Tabloid Serantau 1999 s/d 2000, Pemimpin Umum Tabloid Mentari 2001 s/d 2007, Anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA Pusat)AJB Bumiputera 1912 2006 s/d 2011, Ketua Harian BPA AJB Bumiputera 1912 (Pusat)2010 s/d 2011, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jurusan Ilmu Pemerintahan UIR Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jur Ilmu Komunikasi Univ Riau Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi DWIPA Wacana 2011

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bola Tanggung Marzuki Alie

31 Juli 2011   15:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:12 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh drh Chaidir

PERNYATAAN Marzuki Alie, Ketua DPR RI, sebagaimana diberitakan secara hebat oleh berbagai media cetak dan elektronik, menggelinding cepat ibarat bola tanggung. Bola itu tak dapat tidak harus diperebutkan, tapi kalau tak hati-hati benturan keras bisa terjadi, kaki kawan atau lawan bisa patah.

Pertanyaannya, sengajakah bola itu disodorkan tanggung, atau karena penguasaan bola (ball keeping) yang kurang mumpuni. Denotasi Marzuki Alie yang terkesan bak bola tanggung memang sudah terjadi beberapa kali. Komentarnya seputar musibah tsunami di Mentawai, wabah ulat bulu, dan masalah tenaga kerja wanita yang sering bermasalah di luar negeri, misalnya, dianggap off-side dan menuai banyak kritik. Tak terkecuali beberapa hari lalu, Marzuki Alie kembali melepas umpan tanggung. “Kalau tudingan Nazaruddin terbukti, sebaiknya KPK dibubarkan saja.” Terhadap korupsi yang semakin merajalela di negeri ini, juga membuat Marzuki geram. Sang Ketua malah membuat pernyataan yang mengagetkan. Kita sudah capek ngurusi koruptor, jadi maafkan saja mereka, kita kembali benahi dari titik nol, begitu kira-kira, sebagaimana dikutip berbagai media.

Pernyataan itu membuat banyak pihak tersentak. Kelompok pro koruptor dan kelompok penggembira, yang selama ini sesungguhnya selalu “menembak dari atas kuda” jelas mendukung “pemutihan” ala Marzuki Alie. Tapi kelompok anti koruptor seperti naik pitam.

Membunuh tikus dengan membakar lumbung jelas merupakan logika yang tak tidak benar. Lembaga superbodi seperti KPK selama ini sudah kelihatan sepak terjangnya. Lembaga ini berani memenjarakan bupati atau walikota bahkan gubernur, atau beberapa pejabat tinggi, mantan menteri dan sebagainya. KPK memang lembaga semacam adhoc, sifatnya sebuah terobosan sementara, karena ternyata lembaga-lembaga penegakan hukum yang ada selama ini, yang ditugasi memberantas korupsi, dianggap tidak punya nyali dan taji untuk menangkap koruptor. Masyarakat menggantungkan harapan tinggi pada KPK untuk menciptakan sebuah pemerintahan yang bersih.

Namun, sudah menjadi rahasia umum. Semakin banyak institusi yang melakukan audit keuangan, semakin banyak oknum pejabat yang dipidanakan oleh KPK, praktik korupsi semakin merajalela. Para pelaku seakan tak memiliki syaraf takut. Kasus cicak vs buaya, kasus dugaan manipulasi dana talangan korban lumpur panas lapindo, kasus century, rekening gendut, illegal logging, kasus Gayus, mafia APBN dan terakhir mega kasus Nazaruddin, membuat KPK seakan tak berdaya. Menurut cerita burung, sekian banyak bupati/waklikota, bahkan gubernur yang tersangkut kasus korupsi, tidak diapa-apakan. Bahkan cerita tak sedap dari mulut ke mulut, oknum-oknum pejabat daerah tersebut menjadi ATM oknum di pusat.

Memahami lingkaran setan yang tak habis-habisnya itu, bola tanggung Marzuki Alie agaknya perlu. Pernyataan itu bolehlah merupakan tamparan bagi Anggota KPK, aparat penegak hukum, dan para politisi yang tak punya nurani. Pandanglah pernyataan Marzuki Alie semata sebagai sebuah shock therapy. Andai misalnya para koruptor itu dimaafkan, ini akan membuka jalan berlakunya pengadilan rakyat. Jangan lupa, rakyat punya buku rapor, siapa-siapa oknum pejabat rampok teriak maling.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun