Mohon tunggu...
Drh. Chaidir, MM
Drh. Chaidir, MM Mohon Tunggu... profesional -

JABATAN TERAKHIR, Ketua DPRD Provinsi Riau Periode 1999-2004 dan Periode 2004-2008, Pembina Yayasan Taman Nasional Tesso Nillo 2007 s/d Sekarang, Pembina Politeknik Chevron Riau 2010 s/d sekarang, Ketua Dewan Pakar DPD Partai Demokrat,Riau 2009 s/d 2010, Wakil Ketua II DPD Partai Demokrat Riau 2010 s/d 2015, Anggota DPRD Tk I Riau 1992 s/d 1997, Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tk I Riau 1993 s/d 1998, Ketua Komisi D DPRD Tk. I Riau 1995 s/d 1999, Ketua DPRD Provinsi Riau 1999 s/d 2004, Ketua DPRD Provinsi Riau 2004 s/d 2008, Wakil Ketua Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi se-Indonesia 2001 s/d 2004, Koordinator Badan Kerjasama DPRD Provinsi se-Indonesia Wilayah Sumatera 2004 s/d 2008, Pemimpin Umum Tabloid Serantau 1999 s/d 2000, Pemimpin Umum Tabloid Mentari 2001 s/d 2007, Anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA Pusat)AJB Bumiputera 1912 2006 s/d 2011, Ketua Harian BPA AJB Bumiputera 1912 (Pusat)2010 s/d 2011, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jurusan Ilmu Pemerintahan UIR Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jur Ilmu Komunikasi Univ Riau Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi DWIPA Wacana 2011

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Nglurug Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake

26 Desember 2011   15:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:44 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh drh. Chaidir [caption id="attachment_151468" align="alignleft" width="298" caption="Sejumlah pekerja PT CRMP, Selasa (17/2), menghitung surat suara untuk Riau dan Kepulauan Riau yang baru selesai dicetak. (TRIBUN PEKANBARU/MELVINAS PRIANANDA)"][/caption] OBLIVIONE sempiterna delendam, ujar filsuf Cicero, ketika kekaisaran Romawi berada di jurang perpecahan akibat terbunuhnya Julius Caesar. Biarlah kepedihan masa silam itu tenggelam dalam tidurnya yang abadi. Kata-kata mutiara filsuf yang juga orator terbilang itu, masih dikenang sampai sekarang. Cicero benar. Masa depan, betapapun sarat dengan tantangan, tetap lebih penting daripada sebuah masa silam yang kelam. Pekanbaru tentu saja bukan Emporium Roma. Tidak ada sesuatu yang kelam di sini. Tapi Pekanbaru baru saja melalui sebuah masa sulit ketika pemilukada untuk memilih pemimpinnya berlarut-larut memalukan, yang bila tidak didekati secara tepat bisa menggoyahkan sendi-sendi kebersamaan dan persaudaraan. Mungkin itu terlalu berlebihan, terlalu lebai, tapi pemilukada Pekanbaru telah berlangsung secara tak sewajarnya. Pemungutan suara ulang yang tertunda-tunda dengan segala permasalahan yang inheren telah meninggalkan banyak catatan noda. Setuju atau tidak, pemilukada Pekanbaru telah mempertontonkan banyak karakter lakon. Tapi orang bijak selalu mampu mengambil iktibar dari sebuah peristiwa. Pengalaman merupakan guru terbaik. Masyarakat kita memang baru belajar berdemokrasi. Sepuluh tahun era reformasi yang telah membuka kran demokrasi bukanlah waktu yang cukup untuk memahami perilaku demokrasi secara benar. Beberapa negeri maju membutuhkan waktu berpuluh-puluh tahun bahkan berabad-abad untuk mampu bersahabat dengan demokrasi. Sebab makhluk yang bernama demokrasi itu bisa lembut tapi dalam sekejap mata bisa bengis. Tapi kita tak mungkin tak bersatu dengannya. Tidak hanya masyarakat awam yang harus belajar banyak, para penguasa dan politisi yang umumnya telah berpendidikan tinggi pun harus banyak belajar. Sebab demokrasi tak hanya menyangkut prosedur, atau musyawarah, tapi yang jauh lebih penting demokrasi menyangkut nilai-nilai. Kurang apa dengan prosedur kita? Semua sudah ada ketentuannya. Asas pemilu kita LUBER dan JURDIL secara terang benderang mengatur hak dan kewajiban kontestan dan pemilih. Tahap demi tahap pemilu legislatif dan pemilukada juga telah diatur dengan rapi. Bahkan ada deklarasi pemilu damai siap kalah siap menang. Musyawarah dengan berbagai tingkatan tak terhitung frekuensinya. Artinya, secara prosedural hampir semua keputusan ditetapkan secara kolektif kolegial. Tapi lihatlah, demokrasi prosedural itu belum membawa kebahagiaan massif. Kenapa? Karena demokrasi kita minus nilai. Nilai-nilai kebebasan, kesamaan dan persaudaraan, yang merupakan nilai-nilai dasar demokrasi sebagaimana asal mula kelahirannya, memerlukan sentuhan kejujuran, tenggang rasa dan sportivitas. Teman kita di tanah Jawa memiliki kearifan lokal yang sangat indah betapa sebuah kemenangan tak berarti harus mengalahkan. “Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake” - berperang tanpa bala tentara, menang tanpa merendahkan pihak yang kalah. Andai setiap orang berjiwa dan memiliki konsep menang tanpa ngasorake, maka tak akan ada pihak yang merasa kehilangan muka. Apalagi sesungguhnya dalam perspektif sufistik, pemenang dan pecundang itu hanya dipisah oleh rambut dibelah tujuh. Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun