Mohon tunggu...
Drh. Chaidir, MM
Drh. Chaidir, MM Mohon Tunggu... profesional -

JABATAN TERAKHIR, Ketua DPRD Provinsi Riau Periode 1999-2004 dan Periode 2004-2008, Pembina Yayasan Taman Nasional Tesso Nillo 2007 s/d Sekarang, Pembina Politeknik Chevron Riau 2010 s/d sekarang, Ketua Dewan Pakar DPD Partai Demokrat,Riau 2009 s/d 2010, Wakil Ketua II DPD Partai Demokrat Riau 2010 s/d 2015, Anggota DPRD Tk I Riau 1992 s/d 1997, Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tk I Riau 1993 s/d 1998, Ketua Komisi D DPRD Tk. I Riau 1995 s/d 1999, Ketua DPRD Provinsi Riau 1999 s/d 2004, Ketua DPRD Provinsi Riau 2004 s/d 2008, Wakil Ketua Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi se-Indonesia 2001 s/d 2004, Koordinator Badan Kerjasama DPRD Provinsi se-Indonesia Wilayah Sumatera 2004 s/d 2008, Pemimpin Umum Tabloid Serantau 1999 s/d 2000, Pemimpin Umum Tabloid Mentari 2001 s/d 2007, Anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA Pusat)AJB Bumiputera 1912 2006 s/d 2011, Ketua Harian BPA AJB Bumiputera 1912 (Pusat)2010 s/d 2011, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jurusan Ilmu Pemerintahan UIR Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Luar Biasa FISIPOL Jur Ilmu Komunikasi Univ Riau Pekanbaru 2009 s/d sekarang, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi DWIPA Wacana 2011

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perubahan Persepsi Terhadap Jembatan

5 Desember 2011   15:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:48 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh drh. Chaidir

ADA empat sungai besar anugerah alam untuk Provinsi Riau. Keempat sungai tersebut, Batang Rokan di utara, Sungai Siak dan Batang Kampar di wilayah tengah, dan Sungai Indragiri di bagian selatan. Semuanya berhulu di kaki Bukit Barisan, meliuk-liuk ke timur, dan bermuara di bibir Selat Melaka.

Di era 50-an dan 60-an, sungai-sungai ini menjadi urat nadi perekonomian masyarakat sebagai prasarana transportasi dan sebagai sumber penghidupan dengan potensi perikanan air tawar yang sangat besar. Dewasa ini kapasitas sungai-sungai tersebut sudah jauh berkurang. Pendangkalan akibat endapan bertahun-tahun tak bisa dicegah. Kondisi diperburuk oleh pembukaan lahan perkebunan di kawasan hulu, sehingga terjadi erosi.

Moda transportasi sungai kini juga menjadi semakin tidak populer. Masyarakat lebih suka menggunakan transportasi darat. Lebih cepat, lebih mudah dan lebih murah. Dengan dibangunnya jalan dan jembatan, tak ada lagi rakit penyeberangan. Dulu kendaraan angkutan umum orang dan barang, harus menunggu giliran menyeberang berjam-jam, adakalanya bahkan menunggu berhari-hari terutama ketika musim banjir.

Tidak sama dengan daerah lain, empat sungai besar tersebut ternyata memerlukan banyak jembatan ukuran jumbo alias jembatan besar dan panjang. Riau beruntung, sejauh ini kelihatannya tak ada masalah dengan anggaran. Selama sepuluh tahun otonomi daerah puluhan jembatan sudah dibangun dengan dana triliunan rupiah. Sebagian bersumber dari APBD kabupaten/kota dan sebagian dari APBD Provinsi. APBN juga biasanya tak mau ketinggalan, namun porsi terbesar tetap pada APBD yang dianggarkan dalam tahun jamak. Di Sungai Siak saja sekarang terdapat tujuh jembatan. Lima jembatan sudah eksis, termasuklah jembatan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzamsyah, yang baru diresmikan itu. Lainnya jembatan Siak I, Siak II, jembatan Perawang dan jembatan tipe cable stay, golden gate-nya Riau, di Siak Sri Indrapura. Dua buah jembatan yang sedang dibangun adalah jembatan di Teluk Mesjid dan Jembatan Siak IV di Pekanbaru. Di kuala Batang Rokan, dalam wilayah Kabupaten Rokan Hilir sedang dibangun pula dua jembatan raksasa, Padamaran I dan Padamaran II. Ke depan masyarakat masih membutuhkan banyak jembatan.

Oleh karenanya, ketika Kadis PU Riau, Haryanto mohon agar masalah adanya balok lantai jembatan Siak III yang melengkung, tidak dipolitisir, kita sepakat-sepakat saja. Bukankah selama ini sudah puluhan jembatan dan gedung megah dibangun oleh Pemerintah Daerah di Riau? Dan masyarakat tak pernah mengkritisi aspek kelaikan teknisnya, kecuali dari aspek non teknis (berbau KKN). Ketika lempengan besi Stadion Utama PON XVIII di kampus UNRI rubuh, masyarakat juga bisa mafhum karena stadion itu sedang dikerjakan.

Namun runtuhnya jembatan kebanggaan masyarakat Kalimantan, jembatan “golden gate” di Tenggarong, Kutai Kartanegara, yang menimbulkan korban jiwa dan harta, telah mengubah total persepsi masyarakat. Masyarakat sontak terkejut alang kepalang ketika jembatan itu runtuh dalam usia baru 10 tahun dari 100 tahun perencanaannya. Berarti masyarakat tidak boleh lagi cuek bebek terhadap aspek teknis.
Peringatan dari Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia, Prof Dr Ir Sugeng Wiyono, terhadap adanya balok besi lantai jembatan yang melengkung itu, menarik kita cermati. “Lengkungan itu akan berakibat pada perbedaan ketegangan pada penggantung jembatan antara yang satu dengan lainnya. Tidak boleh terjadi perbedaan antara tegangan penggantung yang satu dan lainnya itu.” (Harian Vokal, 5/12/2011).

Baik Prof Sugeng Wiyono maupun Nofiwaldy Jusman (Wakil Ketua Komisi C DPRD Riau) kelihatannya sependapat, sebelum jembatan Siak III dipergunakan, sebaiknya diperbaiki dulu. Apalagi uji laik fungsi oleh Tim Pemerintah dengan melibatkan para ahli/akademisi yang independen dan kredibel memang dipersyaratkan bagi semua bangunan publik sebelum difungsikan. Alamak.

Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun