Mohon tunggu...
Bunga Zahra
Bunga Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Televisi dan Film, Universitas Jember

Saya merupakan pribadi yang aktif berkegiatan di bidang kemanusiaan dan keorganisasian. Saya tertarik dengan dunia kepenulisan dan sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengatasi "Placelessness" dalam Desain Perkotaan Modern di Kota Jember

14 November 2024   21:39 Diperbarui: 14 November 2024   23:44 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber : NNC Netralnews)

Bunga Zahra - Program Studi Televisi dan Film

Dalam beberapa dekade terakhir, desain perkotaan modern telah berkembang pesat seiring dengan kemajuan teknologi dan globalisasi. Namun, satu fenomena yang sering kali muncul dalam pengembangan kota-kota besar adalah "placelessness" atau hilangnya karakter dan identitas tempat yang khas. Placelessness merujuk pada kondisi di mana sebuah ruang atau kota kehilangan keunikan lokalnya dan menjadi serupa dengan tempat lain, sehingga tidak lagi memiliki ciri khas yang membedakannya dari kota atau ruang publik lainnya. 

Fenomena placelessness ini menjadi salah satu kritik utama terhadap desain perkotaan modern. Desain yang sering kali mengutamakan fungsi dan efisiensi sering kali mengabaikan nilai-nilai kultural dan sejarah yang melekat pada sebuah tempat. Kita dapat melihat ini dalam berkembangnya kota-kota besar yang dipenuhi dengan gedung-gedung pencakar langit yang serupa, pusat perbelanjaan yang identik, dan ruang publik yang homogen, tanpa memperhatikan konteks lokal maupun budaya setempat. Placelessness juga berdampak pada hilangnya keterikatan emosional antara masyarakat dan tempat tinggal mereka. Ketika sebuah tempat tidak lagi memiliki karakter atau identitas yang khas, masyarakat cenderung merasa tidak terhubung secara emosional dengan lingkungan sekitar mereka.

 Hal ini berbeda dengan konsep "sense of place," di mana masyarakat memiliki keterikatan kuat dengan tempat tinggal mereka karena tempat tersebut memiliki makna historis, sosial, dan budaya yang kaya. Keterikatan emosional terhadap suatu tempat merupakan elemen penting dalam menciptakan komunitas yang kuat dan berkelanjutan. Ketika tempat-tempat publik dan lingkungan perkotaan kehilangan elemen-elemen yang unik, masyarakat cenderung merasa asing di tempat yang mereka tinggali, sehingga menurunkan rasa memiliki dan kebersamaan. Placelessness mengikis rasa identitas dan keterikatan, yang pada akhirnya dapat mengurangi kualitas hidup dan memperburuk kohesi sosial di lingkungan perkotaan.Untuk mengatasi placelessness, arsitek dan perencana kota perlu mempertimbangkan kembali pendekatan desain mereka dengan memperhatikan karakter lokal dan identitas budaya. Desain perkotaan yang baik seharusnya mampu menyeimbangkan antara kebutuhan modernisasi dan pelestarian elemen-elemen lokal yang penting. 

Arsitektur yang mencerminkan sejarah, tradisi, dan nilai-nilai masyarakat setempat dapat memperkaya pengalaman ruang dan memperkuat keterikatan masyarakat terhadap kota mereka. Penggunaan material lokal, perencanaan ruang publik yang relevan dengan kebutuhan komunitas, serta penghormatan terhadap lanskap alam setempat adalah beberapa cara untuk mempertahankan keunikan dan keindahan tempat. Selain itu, melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan kota juga penting agar kebutuhan dan aspirasi mereka dapat tercermin dalam desain ruang publik dan bangunan.

Placelessness dalam desain perkotaan modern adalah isu yang perlu mendapat perhatian serius dari para perencana kota, arsitek, dan masyarakat luas. Hilangnya identitas lokal dalam desain perkotaan tidak hanya mengubah wajah kota secara fisik, tetapi juga berdampak pada aspek sosial dan psikologis masyarakat. Dengan kembali menghargai keunikan lokal dan mengintegrasikannya dalam desain, kita dapat menciptakan kota-kota yang tidak hanya fungsional dan modern, tetapi juga memiliki karakter, makna, dan keterikatan emosional yang kuat bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya.

Desain perkotaan modern sering kali menghasilkan masalah yang dikenal sebagai placelessness, sebuah konsep yang merujuk pada hilangnya identitas unik suatu tempat akibat homogenisasi ruang perkotaan. Fenomena ini terjadi ketika desain kota dibuat dengan pola-pola yang seragam dan berfokus pada fungsi ekonomi atau efisiensi, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai budaya lokal dan identitas historis wilayah tersebut. Di kota Jember, fenomena placelessness dapat terlihat pada beberapa proyek pembangunan modern yang tidak selalu mencerminkan karakter lokal. Misalnya, di tengah pesatnya pembangunan infrastruktur, identitas Jember sebagai daerah dengan warisan budaya pertanian dan perkebunan mulai memudar di kawasan perkotaan. Area wisata seperti Rembangan masih mempertahankan beberapa ciri khas lokal, seperti lanskap alam yang indah dan budaya kopi setempat. Namun, di pusat kota, perkembangan infrastruktur komersial yang mengikuti desain global mulai mendominasi, membuatnya mirip dengan banyak kota lain di Indonesia.

(Sumber : Sketsa Nusantara)
(Sumber : Sketsa Nusantara)
Pendekatan homogen ini dapat merugikan karena mengabaikan sense of place atau rasa keterikatan masyarakat terhadap lingkungan mereka. Padahal, seperti dijelaskan dalam penelitian tentang pelestarian kawasan pusaka, menjaga sense of place penting untuk membangun hubungan antara masyarakat dan lingkungan, yang dapat mendorong perilaku berkelanjutan serta partisipasi aktif dalam pelestarian budaya lokal. Sebagai solusinya, perencanaan kota yang berbasis pada karakter lokal perlu ditekankan. Ini mencakup penggunaan arsitektur tradisional, pelibatan masyarakat dalam proses desain, dan pelestarian ruang publik yang memiliki nilai sejarah. Di Jember, mengintegrasikan kembali elemen lokal seperti kebudayaan tembakau, ritual sedekah bumi, serta warisan agraris ke dalam desain perkotaan bisa membantu kota mempertahankan identitasnya di tengah modernisasi. Oleh karena itu, kritik terhadap placelessness menuntut adanya kebijakan perencanaan yang lebih sensitif terhadap konteks lokal. Desain yang mempertimbangkan aspek kultural dan geografis setempat dapat membantu menghindari homogenisasi kota dan menjaga keunikan Jember sebagai kota dengan sejarah dan budaya yang kaya. Menghadapi fenomena placelessness dalam desain perkotaan Jember memerlukan pendekatan yang lebih dalam, yaitu dengan menghargai dan mengintegrasikan identitas lokal ke dalam setiap proyek pembangunan. Masyarakat dan pembuat kebijakan harus bersinergi dalam menjaga karakter khas daerah, termasuk nilai-nilai budaya dan sejarah yang ada, agar kota ini tetap memiliki daya tarik yang unik dan tidak terjebak dalam homogenitas global. Jember dengan latar belakang sejarah pertanian dan kebudayaannya yang kuat seharusnya memanfaatkan potensi ini dalam merancang pembangunan kota. Pelestarian elemen tradisional, seperti warisan agraris, arsitektur lokal, serta ritual budaya, bisa menjadi daya tarik yang tidak hanya mendukung keberlanjutan kota, tetapi juga memperkuat rasa keterikatan warga terhadap ruang mereka.
Kesimpulannya, menghindari placelessness berarti tidak hanya merancang ruang yang efisien, tetapi juga yang bermakna. Dengan menjaga dan menonjolkan identitas lokal dalam desain perkotaan, Jember bisa menjadi contoh kota yang modern tanpa kehilangan jiwa dan sejarahnya. Pembangunan yang mengedepankan sense of place dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan dihargai oleh masyarakat setempat maupun wisatawan.

Referensi:
1.Sofiyah, U., Lestari, E. K., & Yunitasari, D. (2022). Perencanaan wilayah perkotaan melalui konsep smart city di Kabupaten Jember., REGION: Jurnal Pembangunan Wilayah dan Perencanaan Partisipatif, 17(1), 104-123.
2.Wiyono, D., Razziati, H., Laksmiati, T. (2014). Redesain Ojek Wisata di Rembangan.
3.Dameria, C., Akbar, R., Indradjati, P. N., & Tjokropandojo, D. S. (2020). Tinjauan Ulang Potensi Sense of place dalam Pelestarian Kawasan Pusaka Perkotaan. TATALOKA, 22(3), 379-392.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun