Denpasar, ibu kota Provinsi Bali, memiliki sejarah panjang dalam perkembangan ekonominya yang dapat ditelusuri dari masa kerajaan hingga era modern saat ini. Dimulai dari kerajaan-kerajaan besar seperti Badung dan Mengwi yang menjadikan wilayah ini sebagai pusat perekonomian dengan mengandalkan sektor perdagangan sebagai tulang punggung, hingga saat ini sebagai kota metropolitan dengan industri pariwisata sebagai penopang utama perekonomian.Â
Dalam menelusuri jejak ekonomi Kota Denpasar, kita dapat melihat bagaimana aspek kesejarahan dan warisan ekonomi dari masa kerajaan memberikan pengaruh terhadap kondisi perekonomian kota saat ini, serta bagaimana perkembangannya di era modern terjadi, terutama dengan munculnya sektor pariwisata.Â
Penelitian ini berupaya untuk menjawab pertanyaan penting terkait bagaimana peran kerajaan-kerajaan besar seperti Badung dan Mengwi dalam membangun perekonomian di wilayah Denpasar pada masa lampau, warisan ekonomi apa saja yang masih bertahan hingga sekarang, dan bagaimana perkembangan ekonomi Kota Denpasar di era modern dengan sektor pariwisata sebagai penopang utama.
Masa Kerajaan
Wilayah Denpasar dan sekitarnya menjadi pusat perekonomian penting di Bali sejak masa kerajaan-kerajaan besar seperti Badung dan Mengwi berkuasa. Kedua kerajaan ini mengandalkan perdagangan sebagai tulang punggung perekonomian. Kerajaan Badung berdiri pada akhir abad ke-17 oleh I Gusti Ngurah Jambe Pule, namun kemudian direbut oleh Mengwi pada 1721 (Presilla, 2024). Denpasar sendiri semula hanya merupakan nama istana yang didirikan oleh I Gusti Gde Pemecutan setelah kematian Raja Badung pada 1861 .Â
Namun lambat laun, Denpasar tumbuh menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian Kerajaan Badung. Letak strategis Denpasar di wilayah selatan Bali memberikan akses yang baik untuk perdagangan melalui laut, menjadikannya kawasan penting bagi perekonomian maritim kerajaan. Pelabuhan Benoa dan Pelabuhan Udara Tuban yang dibangun sejak masa kolonial menjadi pintu gerbang bagi aktivitas perdagangan yang berkembang pesat (Putra & Paturusi, 2017).
Selain Perdagangan, ekonomi agraris juga memegang peranan penting di masa kerajaan. Hasil pertanian seperti padi, kapas, dan ternak menjadi komoditas utama yang diperdagangkan, dengan Pasar Badung sebagai pusat transaksi. Pasar ini telah beroperasi selama 24 jam sejak jaman kerajaan dan menjadi ikon perekonomian rakyat Denpasar hingga saat ini.
Pada masa pendudukan Jepang, Denpasar tetap menjadi pusat perekonomian di Bali. Pemerintah Jepang mendirikan berbagai perusahaan untuk mendukung logistik perang mereka seperti Mitsui Busan Kaisha untuk pengumpulan dan penggilingan padi, serta Mitsui Norin untuk kapas (Agung dkk, 1986). Meski banyak menyebabkan penderitaan rakyat, aktivitas ekonomi di Denpasar terus berjalan di masa tersebut.Â
Setelah kemerdekaan, pemilihan Denpasar menggantikan Singaraja sebagai ibu kota Bali pada 1957 turut didorong oleh pertimbangan potensi ekonomi yang dimiliki kota ini. Infrastruktur ekonomi seperti pelabuhan, pasar, dan pemukiman pedagang yang telah terbentuk sejak masa kerajaan dan kolonial menjadi modal penting bagi pengembangan Denpasar. (Swandewi & Alit, 2019).
Era Modern
Memasuki era modern, perekonomian Kota Denpasar mengalami transformasi besar dengan munculnya sektor pariwisata sebagai penopang utama. Potensi pariwisata Bali mulai berkembang pesat sejak beroperasinya Hotel Bali Beach di Sanur pada 1966 (Putra & Paturusi, 2017). Â Denpasar yang memiliki infrastruktur pendukung seperti Pelabuhan Udara Ngurah Rai dan Pelabuhan Laut Benoa menjadi pintu gerbang bagi wisatawan.Â