Perdagangan ilegal satwa liar adalah kejahatan terorganisir internasional utama, yang menghasilkan pendapatan kriminal miliaran dolar setiap tahun. Perdagangan satwa liar mengekploitasi kelemahan ekonomi dan sektor lain untuk memindahkan, menyembunyikan, dan mencuci hasil kejahatan mereka, memungkinkan kejahatan terhadap satwa liar berlanjut dan merusak integritas keuangan. Perdaganagn satwa liarjuga menjadi ancaman perlindungan keanekaragaman hayati. Efek dari perdagangan satwa liar ini adalah kelangkaan habitat alami mereka, kepunahan spesie, dan ketidakseimbangan ekosistem.
Salah satu kasus tindak pidana perdagangan ilegal yang marak terjadi adalah perdagangan ilegal kulit Harimau Sumatera. Seperti pada kasus M (49 tahun), tersangka yang memiliki bagian-bagian satwa yang dilindungi berupa kulit Harimau Sumatera utuh dengan tengkorak kepala yang menempel dengan kulit. Kasus tersebut merupakan hasil pengembangan kasusu penjualan satwa dilindungi di Kabupaten Bener Meriah, Aceh, yang telah menetaplan MAS (47 tahun) dan SH (30 tahun) yang secara sah bersalah dan divonis penjara masing-masing 2 tahun 6 bulan dan 1 tahun 6 bulan, serta denda sejumlah Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.Â
Kasus lainnya yaitu terjadi di Kawasan jalan Gaharu Cilandak, Jakarta Selatan. Direktorat Jenderal PHKA Kemenhut berhasil menggagalkan rencana perdagangan kulit Harimau Sumatera dan kulit Macan Tutul. Di rumah tersebut ditemukan barang bukti berupa satu lembar kulit Harimau Sumatera dan satu kulit Macan tutul yang telah diawetkan dalam keadaan utuh. Tersangka berinisial R dengan sanksi pidana maksimal penjara selama lima tahun dan denda Rp 100 juta.
Modus penjualan satwa dilindungi dilakukan melalui internet, dengan menampilkan foto dan mencantumkan nomor telepon penjual yang dapat dihubungi. Selanjutnya apabila telah sepakat, akan terjadi transaksi, lalu penjual akan mengirim barang melalui ekspedisi jasa pengiriman ata diambil langsung oleh pembeli ke tempat yang telah ditentukan oleh penjual .
Semakin maraknya perdagangan liar di Indonesia, pemerintag mengeluarkan peraturan mengenai satwa liar yang terbagi menjadi dua golongan, yaitu jenis satwa yang dilindungi dan stwa tidak dilindungi. Pembagain satwa dilindungi terter dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutunan Republik Indonesia Nomor P.19/Menhut-RI/2010 tentang penggolongan dan Tata cara penetapan Jumlah Satwa Buru. Jenis satwa yang termasuk dalam golongan di dalam peraturan tersebut jelas tidak boleh dipelihara serta diperjualbelikan tanpa ijin, karena dapat menyebabkan kepunahan. Selain itu, terdapat peraturan perundang-undangan yang spesifik mengatur tentang perdagangan satwa liar yang dilindungi serta mengatur tentang ancaman pidananya yang terdapat pada Undang-Undang Konservasi hayati. Mengacu pada pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Konservasi Hayati,yang berisi :
Pasal 21 ayat (2)
Setiap orang dilarang untuk:
a) Mengambil, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa liar yang dilindungi dalam keadaan hidup;Â
b) Menyimpan memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;Â
c) Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain baik di dalam maupun di luar Indonesia;Â
d) Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau nagiam-bagian lain stwa uang dilindungi atau barang-barang yang terbuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam maupun di luar IndonesiaÂ