Mohon tunggu...
Bunga Oktaviani Fasillah
Bunga Oktaviani Fasillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Filosofi blencong (lampu) yang digunakan dalam pertunjukan wayang kulit

19 Desember 2023   04:29 Diperbarui: 19 Desember 2023   05:55 4154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Filosofis "blencong" (lampu) dalam pertunjukan wayang kulit menawarkan lebih dari sekadar sumber cahaya. Blencong, atau sering disebut juga sebagai "lampu pelita," adalah objek yang memiliki nilai simbolis yang mendalam dalam konteks teater tradisional Jawa. Di balik sifat fungsionalnya, blencong mencerminkan aspek filosofis yang mengungkapkan emosi, spiritualitas, dan hubungan antara manusia dan dunia lain.

Pada level yang paling mendasar, blencong merupakan sumber cahaya yang memberikan pencahayaan teater pada pertunjukan wayang kulit. Dalam bayang-bayang yang tercipta oleh cahaya blencong, karakter-karakter wayang yang terbuat dari kulit dan dirancang secara indah terlihat hidup di atas layar putih. Namun, blencong tidak sekadar menjadi alat penerangan semata. Ia adalah jendela yang menghubungkan dunia nyata dengan dunia spiritual.

Dalam konsep kosmologi Jawa, blencong melambangkan jalan antara dunia fisik dan dunia roh. Cahaya yang dipancarkan oleh blencong diibaratkan sebagai cahaya spiritual yang memancar dari alam semesta. Ketika blencong dinyalakan, pemirsa disuguhi dengan panorama visual yang memperlihatkan gerakan halus dan misteri karakter-karakter wayang. Dalam pandangan budaya Jawa, hal ini melambangkan kehadiran energi gaib yang memenuhi ruang antara alam manusia dan alam roh.

Selain itu, blencong juga memiliki hubungan yang erat dengan konsep "wayang kulit" sebagai pertunjukan yang berakar pada mitologi dan kepercayaan Hindu-Budha. Menurut kepercayaan Jawa, blencong menggambarkan simbol kejayaan, kebijaksanaan, dan kesucian. Pemilihan bahan bakar dan minyak atsiri yang digunakan untuk menghasilkan cahaya yang khas tersebut menjadi ritual yang diselenggarakan sebelum pertunjukan dimulai. Hal ini melambangkan persiapan spiritual yang lebih dalam sebelum terjalinnya perjumpaan antara manusia dan karakter wayang.

Selain menjelaskan dimensi spiritual, blencong juga mengungkapkan hubungan yang kompleks antara dalang (puppeteer), gamelan, dan pemirsa. Dalang, dengan keahlian bermain wayangnya, menjalin ikatan dengan karakter-karakter wayang untuk menghidupkan cerita. Blencong menjadi alat yang memungkinkan dalang untuk mengarahkan fokus pemirsa ke karakter yang sedang dipertunjukkan di layar putih. Melalui cahaya yang dihasilkan oleh blencong, dalang menggunakan gerakan dan suara karakter wayang untuk menciptakan ikatan emosional yang kuat antara pemirsa dan dunia wayang.

Secara keseluruhan, blencong sebagai simbol dan elemen penting dalam pertunjukan wayang kulit memberikan pengalaman yang unik bagi pemirsa. Ia tidak hanya berfungsi sebagai sumber cahaya, tetapi juga sebagai jendela spiritual yang menghubungkan alam manusia dengan alam roh. Selain itu, dalam kompleksitas pertunjukan wayang, blencong juga memainkan peran penting dalam menjalin hubungan antara dalang, gamelan, dan pemirsa. Dengan demikian, filosofis "blencong" (lampu) dalam dunia pertunjukan wayang kulit menghidupkan dimensi spiritual, estetika, dan interaksi antara manusia dan dunia yang lebih tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun