Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik

Blok Historis dan Geng Politik

20 Maret 2021   16:40 Diperbarui: 20 Maret 2021   18:13 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antonio Gramsci dan Abid Takamingan (Dokpri)

Ketika Gramsci mewanti-wanti agar kita tidak terbentur dalam sejarah pertarungan kepentingan yang diskriminatif. Aba AT, memasang alarm mengingatkan, juga menarik kita. Beliau menyelamatkan, mengajukan gagasan integrasi dalam rangka melahirkan kesadaran bersama. Bahwa berbeda bukan berarti berlawanan atau bermusuhan.

Perbedaan mungkin hanya pada hal teknis metode semata. Substansinya akhir dari yang kita tuju ialah sama yakni kemajuan. Sebuah tatanan sosial yang 'tamadun'. Pada bagian lain, pilihan ini membuat kita aktivis sosial politik tidak sektarian. Tidak parsial dari berfikir dan juga bertindak.

Kita akan lebih iklusif. Tidak tertutup, kaku maupun menjadi fanatik buta terhadap sebuah perubahan, perbedaan. 'Gang politik' bukan diinterpretasi secara politik praktis semata. Atau lebih parah jika diartikan buruk, seolah-olah menjadi instrumen konspirasi kepentingan yang kotor.

Sederhananya 'geng politik' menjadi semacam nafas, membongkar kebekuan konflik politik. Memutus mata rantai manuver atau kasak-kusuk politik gelap. Perang kepentingan politik yang gaduh tak berkesudahan, juga akan terpangkas disini. Melalui geng politiklah, gerakan moral perkawanan ditumbuhkan. Persamaan, kebersamaan, kekeluargaan, larut didalamnya. Dikonkritkan dengan tindakan nyata 'saling menghidupkan'. Geng politik bukan dikonotasikan secara negatif.

Geng politik bukanlah politik dinasti. Bukan juga politik oligarki, politik sentralistik lainnya. Melainkan menjadi jalan alternatif untuk menghidupkan rasionalitas bagi semua pihak. Baik bagi politisi, aktivis pemuda, tokoh agama, budayawan-seniman dan tokoh masyarakat. Geng politik menjadi jalur damai. Bukan ruang perang baru.

Menjadi benang yang mengikis sumbatan komunikasi. Disini pula, Aba AT berusaha memanifestasikan apa yang dipesankan Sam Ratulangi dalam falsafah 'Si tou timou tumou tou'. Melalui geng politik kita menemukan iklum yang kondusif, sejuk, damai, tapi produktif dan berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun