MEOLDOKO pernah di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden Indonesia, 'mendapat hadiah' jabatan Panglima TNI. Sekarang malah memangkas kekuatan dan jalan politik SBY.Â
Ternyata kata pepatah tiap orang ada masanya, dan tiap masa ada orangnya. Berlaku, dipertontonkan Moeldoko. Ya, karena Moeldoko sekarang Kepala Kantor Staf Kepresidenan.
Saling ungkit terjadi. Ada 'aib politik', praktek mengabaikan komitmen dipamerkan. Katanya KLB yang dihadiri 1.200 orang itu bulat memilih Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Versi KLB Partai Demokrat disisi lain, dinilai juga tidak quorum. Tidak memenuhi syarat untuk dilaksanakannya KLB.Â
Mau dicap illegal atau tidak Moeldoko tidak ambil pusing. Asalkan birahi politik Moeldoko telah terpenuhi. Mungkin Moeldoko juga puas dianggap mampu mengkudeta mantan majikannya. Gengsi politik dan politik pamer wibawa yang sedang diperagakan. Dalam ucapannya di media massa, Moeldoko pernah memberi warning kepihak Cikeas (SBY, red).
Tragedi politik, kubu Cikeas vs kubu Condet sepertinya terulang di tahun 2021. AHY dinilai sebagai produk gagal Partai Demokrat. Tudingan tersebut disertai bukti adanya KLB. Gelombang konflik yang melanda Parpol berlambang bintang mercy kian membuat jurang keterbelahan internal. Kudeta Moeldoko yang disebut abal-abal itu seperti terceritakan dalam Novel Animal Farm karya George Orwell. Digambarkan bagaimana seorang peternak mengkudeta majikannya.
Tanpa ada rasa terima kasih, praktek busuk dilakukan peternak. Percayalah, cara-cara kasar kurang bermoral akan mendapatkan balasan yang kejam. Bagaimana tidak, disaat kita sedang diberikan penghidupan oleh orang lain. Kemudian, sesudahnya kita membalas orang tersebut dengan cara jahat. Menghajarnya, menghianatinya.
Melupakan kebaikan-kebaikan yang pernah diberikan. Membalas kebaikan orang dengan kejahatan. Sampai kapanpun Allah SWT tidak akan meridhainya. Kita berharap manuver Moeldoko hanyalah guyonan politik. Atau kerja sama simbiosis mutualisme, sebagai bentuk balas budi Moeldoko kepada SBY. Sehingga ia ikut serta membesarkan Partai Demokrat dengan caranya.
Dalam politik kita selalu mendapati orang dengan rupa-macam karakter. Ada politisi yang loyal pada tuannya. Begitu pula, ada yang loyal pada kepentingan pragmatis. Merobohkan kekuatan politik AHY sama saja melawan SBY. Itu artinya, tidak mudah. Melawan politik dinasti atau oligarki politik dengan cara KLB juga tentu tidak luput dari resiko. Biarlah Partai Demokrat mengatur ulang cara mereka mengelola urusan internal.
Yang disoroti disini hanyalah, bagaimana sisi kemanusiaan ditempatkan dalam ruang politik. Jika Moeldoko serius mengkudeta AHY untuk kepentingan destruktif, berarti skala kepentingan peribadi begitu tinggi. Dibanding urusan kemanusiaan maupun moralitas. Yang dipikirkan politisi hanyalah kekuasaan dan kenikmatan, titik. Bahayalah jadinya integrasi Negara Indonesia.
Selepas kepentingannya diraih. Penghianatan dan pembantaian kepentingan-kepentingan dilakukan. Tidak ada komitmen moral yang kuat dalam praktek politik kita akhir-akhir ini. Dilain sisi, foto-foto Moeldoko saat mencium tangan SBY dikomentari di Medsos. Mengajarkan kita kesantunan. Seolah itu semua masa lalu yang suram. Moeldoko dengan berani menggelar KLB menumbangkan AHY yang adalah anak SBY dari posisi Ketum Partai Demokrat yang sah.
Diluar dari dalil dan AD/AR Partai Demokrat, kegiatan mengatasnamakan Partai Demokrat ilegal itu dibubarkan polisi. Bahwa yang ditempuh Moeldoko adalah inkonstitusional. Tidak sah. Manuver Moeldoko telah mencoreng citra Partai Demokrat. Selain mengikis sedikit banyaknya kekuatan internal Partai Demokrat. Reputasi Partai Demokrat sudah rusak. Moeldoko pelakunya yang terpantau kasat mata. Moel harus bertanggung jawab.