kapal yang dicegat para perompak. Gelombang laut dan angin kencang bertubi-tumbi menerjang kapal itu. Dengan muatan ragam barang dan peralatan perang yang lengkap. Sebetulnya kapal itu boleh terbebas dari sandera perompak. Ironisnya, kapten kapal (master atau nahkoda), para chief officer (CO) atau yang disebut Mualim, dan Anak Buah Kapal (ABK) tidak kompak.
PERJALANAN sebuahAntara mereka sudah tercipta saling curiga. Semula, mereka punya satu tujuan yang sama. Pada setengah perjalanan, mulai ada provokasi dan hasutan. Belum sampai ke tujuan. Tiba-tiba dihadang bajak laut. Pilihannya menyelamatkan kapal beserta isinya. Penumpang dan barang-barang yang diamankan.
Terlibatlah perdebatan di antara mereka. Memilih membelokkan kapal, berhenti atau menancapkan gas mesin. Dengan memanfaatkan sumber daya. Solid, pasti mampu melawan perompak. Langkah terbaik apa yang perlu dilakukan. Mereka pun terlibat diskusi. Akhir dari perundingan, mereka tetap saja berbeda sikap.
Parahnya, mereka digembosi dari dalam. Ada seorang penghasut yang merupakan mata-mata perompak. Penghasut itu pula punya jabatan mentereng di struktur kepengurusan kapal. Singkat kata, kapal mewah dan besar itu dihadang. Perdebatan makin menguras emosi, hasilnya sia-sia.
Selamat dan mengambil langkah cerdas. Malah bertubi-tubi perintah kapten diinterupsi para Mualim dan ABK. Tibalah mereka dalam situasi sulit. Kapal diambil alih perompak. Sasaran mereka menuju daratan tak kunjung tiba. Bahkan beberapa ABK yang membangkang akhirnya dihabisi perompak.
Kapal itu berubah komando. Menjadi panggung, saling menghabisi di dalam kapal. Perompak, malah berposisi sebagai wasit. Kadang seperti penyelamat. Melerai ABK, Mualim, Kapten dan juga penumpang yang saling beradu otot. Begitulah kira-kira gambaran kecil dari Indonesia yang hendak menuju cita-cita kesejahteraan.
Presiden Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) rupanya belum mampu memastikan betul. Siapa yang direkomendasi parpol menjadi Menteri atau Pembantunya. Mereka para Menteri juga tidak menganggap Jokowi sebagai 'matahari tunggal'. Karena kesetiaan mereka juga terbagi pada parpol yang memberi rekom.
Masalahnya kemudian adalah kerja Pembantu yang meringankan Jokowi, malah sebaliknya. Pembantu membuat ulah. Perilaku korup dipertontonkan. Sampai-sampai ada yang ditangkap KPK. Seperti kasus Dana Bansos Covid-19. Belum lagi dugaan deviasi kewenangan lainnya yang mulai tercium.
Publik berharap KPK dapat mengendusnya. 'Biarlah Jokowi' memelihara politik dinasti. Namun untuk urusan korupsi jangan seret-seret Jokowi lagi. Diumpamakan kapal, Indonesia memang tengah menghadapi hambatan besar. Yang di hadapan mata kita yakni Covid-19. Ujian kedewasaan pemimpin yang tidak mudah.
Jokowi harus sanggup melewati itu. Kapal yang namanya Indonesia ini tengah digerogodoti juga dari dalam. Terlebih kekuatan merusak dari para koruptor. Mereka itulah yang memiskinkan rakyat secara terstruktur. Belum lagi problem saling khianat, dan diam-diam melawan instruksi Jokowi dengan halus.
Sulit dihalangi dan dideteksi, jika musuh pemerintah berada di dalam pemerintahan. Musuh di dalam selimut memang tidak mudah dikalahkan. Kadang membunuh dengan rangkulan, dan tertawa bersama. Tak terasa mereka dengan lihainya melakoni kemunafikannya untuk membunuh musuhnya. Jokowi jangan terbuai situasi.