Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Presiden Jokowi dalam Diskursus Revolusi

1 Februari 2021   10:04 Diperbarui: 1 Februari 2021   21:28 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soekarno, tokoh revolusi Indonesia (Dok yuksinau.id)

Lalu bagaimana dengan Indonesia?, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, belum banyak prestasi untuk masyarakat yang diberinya. Ini fakta. Bukan lagi opini. Relevankah, revolusi tumbuh di Indonesia?. Diskursus serupa sebetulnya berpotensi lahir di Indonesia.

Walau tidak persis sama dengan di Revolusi Prancis dan Revolusi Iran. Indonesia sekarang, sedang dilanda krisis ekonomi. Di ujung tanduk kebangkrutan. Kondisi keuangan Negara dan daerah seperti 'macet serius'. Gaji Aparatur Sipil Negara masih tertunda untuk pembayaran. Meski begitu, masih banyak yang takut protes.

Ketika iklim yang tidak diharapkan ini terus bertahan lama. Dipastikan, akan memukul di berbagai dimensi kehidupan masyarakat. Benih revolusi akan tumbuh subur dalam situasi krusial seperti ini. Jika masyarakat kesulitan ekonomi, maka bencana sosial pasti bermunculan. Kelaparan akan memicu tindakan kejahatan.

Karl Marx (1818-1883), juga pernah meramalkan akan terjadi revolusi sosial. Dalam istilahnya Marx disebut revolusi proletariat. Lain lagi dengan Jiddu Khrishnamurti (1895-1986), seorang penulis kelahiran Madanapalle, India mengatakan perlunya perubahan radikal yaitu Revolusi Batin (Inward revolution).

Mudah menghindari revolusi. Cukup menjadilah pemimpin yang tidak gila kuasa. Juga tidak rakus. Seperti ungkapan Ali Syari'ati mengingatkan kita semua, bahwa penimbun harta sebenarnya mati, meskipun mereka hidup. Sementara mereka yang berilmu, akan terus hidup sepanjang waktu. Jadilah, pemimpin yang berilmu sebaiknya.

Presiden Jokowi bertindak cepat, mengendalikan situasi ini. Mungkin, salah satu langkah menstabilkan keuangan Negara ialah dengan meresmikan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU). Aku sarankan, Jokowi tangkap dan tindak tegas para koruptor. Mereka pembuat ulah, yang akibatnya Negara melarat. Indonesia di gerbang kebangkrutan.

Pemerintahan mestinya betul-betul dikelola secara benar. Tentu gaung GNWU yang dipelopori Jokowi, berbeda dengan yang dipimpin langsung Habib Muhammad Rizieq Shihab (HRS). Kalau disandingkan, Jokowi kurang mendapat simpati dari kebanyakan umat Islam Indonesia. Terlebih pengikut HRS, atau alumni 212.

Pemerintah mesti memperketat penarikan pajak. Retribusi, cukai, bea materai, dan pungutan lainnya dimanaje secara transparan. Jangan lagi dirampok. Bila pemerintah berharap adanya wakaf uang, solusinya berantas dulu pelaku korupsi. Dengan begitu, kepercayaan publik akan lahir. Umat Islam ramai-ramai akan mewakafkan uangnya ke pemerintah.

Keraguan masyarakat akan hilang. Lalu umat Islam umumnya akan mendukung langkah Jokowi. Membaca argumen Ketua Badan Wakaf Indonesia, Muhammad Nuh bahwa dana wakaf tidak masuk ke kas Negara. Dan pemerintah hanya memfasilitasi. Aku masih belum percaya. Rupanya, peluang korupsi masih akan dilakukan elit Negara.

alasan klise pemerintah belum memberi jaminan apa-apa. GNWU kita harapkan bukan menjadi aliran baru perampokan. Korupsi masih marak di Indonesia. Itulah yang membuat masyarakat takut mewakafkan uangnya ke pemerintah. Tugas meyakinkan masyarakat perlu dilakukan pemerintah secara sungguh-sungguh dan bijak. Karena tidak mudah tantangan saat ini. Dimana kepercayaan terhadap pemerintah telah memudar.

Kalau saja pembodohan, pemborosan masih berlangsung di Indonesia. Tekanan ke publik terjadi terus-menerus. Berarti, tunggu saja waktunya revolusi jilid II akan melanda Indonesia. Disinilah, diksi revolusi mental atau revolusi akhlak dapat lebih bermanfaat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun