Begitu gesitnya bermanuver politisi 'abal-abal' selalu menyusup dan tertelip dalam momentum politik. Apa kehebatannya? Kenapa pula mereka begitu mudah melakukan akselerasi politik?, tentu bukan tanpa alasan.
Kuncinya tentu adalah akses serta sumber daya yang mumpuni. Nalar politik yang rasional memang membutuhkan itu, membutuhkan materi, relasi dan intervensi struktural. Tidak semua memang, tapi hampir rata-rata para politisi yang hilang akal sehatnya yaitu mereka yang cepat prosesnya di panggung politik.
Tidak dalam jangka waktu yang lama, tiba-tiba telah menjadi wakil rakyat, pemimpin eksekutif, pendonor dana dalam tiap kali kontestasi politik. Ya, karena mereka punya 'nilai lebih'.Â
Dan nilai lebih yang dimaksud yaitu bisa bermacam-macam, kuat koneksinya, kuat basis logistik dalam politik, kuat mencari simpati pimpinan, enggan melakukan protes terhadap yang sebetulnya salah. Selain itu, tentu mereka yang mendapati jabatan publik dan strategis karena warisan orang tuanya.
Tidak mandiri secara pikiran dan implementasi. Tipikal politisi semacam ini mudah rapuh, tak tahan hantaman, bujukan dan tekanan. Beda konteksnya dengan politisi yang mengakar ke masyarakat, memulai kiprahnya dari proses berdarah-darai dari bawah. Mereka tidak menjemput kesuksesan di ujung, melainkan turun berproses melewati badai yang bergelombang dan penuh ancaman.Â
Memang ada juga politisi instan, terlahir dari pengusaha. Mengimbangi 'keterlambatan', mereka umumnya segera melakukan adaptasi. Mengembangkan potensi, menghargai situasi lapangan melalui pergaulan yang luas, ditambah lagi dengan rasa ingin tau, mau memperbaiki diri untuk bekerja bagi masyarakat. Merugilah mereka politisi instan yang setelah menjadi pejabat publik mengurung diri, mengunci aktivitasnya pada ruang kesunyian.
Anti kritik, menghindari percakapan di ruang sosial, aktivitas semacam itu akan melahirkan politisi yang hilang akal sehatnya. Hilang akal sehat dapat pula dialamatkan pada politisi yang tidak mengaktifkan eksistensinya di ruang publik. Mereka menjadi terasing saat menjadi wakil rakyat, mereka kaku saat menjadi pejabatan publik lainnya karena wawasan yang terbatas, kemauan belajar yang rendah dan pengalaman yang minim.Â
Idealnya politis harus mengevakuasi dirinya sendiri agar tidak terpapar kebodohan. Rawat akalnya sehingga tidak kehilangan akal sehatnya.Â
Memainkan perannya di tengah masyarakat, tidak merekayasa diri seperti malaikat pula (jaim), tidak pula berkarakter barbar dengan memakai hukum rimba saat berinteraksi dengan masyarakat. Namun bagaimana politisi menjadi dinamisator, pemberi solusi, ramah dan menjadi andalan bagi masyarakat.
Segeralah para politisi menumbuhkan akal sehatnya. Jangan menjadi tumpul, malas mikir dan mengancam kekritisannya sendiri. Terutama bagi politisi yang mendapat amanah sebagai wakil rakyat (DPR RI, DPD RI, dan DPRD).Â