Pilkada Darurat' ini menyulitkan rakyat.
Seperti rakyat dibawah dalam ruang sunyi. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan digelar Rabu 9 Desember 2020 menjadi patahana sejarah bagi demokrasi kita. Betapa tidak, situasi normal yang biasa kita lewati dalam praktek berdemokrasi tetap kecurangan terjadi. Bagaiamana jadinya kondisi abnormal karena penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) kini. 'Bang Dr. Ahmad Doli Kurnia Tandjung, S.Si.,MT Anda Abang saya di rimba Hijau Hitam. Anda sangat kami hormati, termasuk mantan Ketua Umum DPP KNPI, senior saya juga di KNPI. Sepak terjang dan track record Anda begitu menginspirasi saya. Era pandemi ini menjadi tantangan Abang, tentu karena posisi. Bang Doli menjadi Ketua Komisi II DPR RI, yang punya kewenangan berperan penting dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
Padahal, saat Anda mengganti Bang Dr. Zainudin Amali, SE.,MSi yang sama-sama dari Partai Golkar, sama-sama pula lahir dari rahim HMI. Anda semua senior kami, menjadi role model bagi kami. Ekspektasi bahwa ada hal progresif, lebih menonjol lagi dilakukan Bang Doly saat mewariskan posisi Ketua Komisi II dari Bang Zainudin. Sayangnya, dalam penentuan Pilkada di musim pandemi, Anda malah bersepakat melaksanakan Pilkada.
Kalau dikonfirmasi ke basis masyarakat, Anda pasti mendapatkan informasi dan respon masyarakat. Dimana suasana kebatinan, kekhawatiran masyarakat terhadap menularnya Covid-19, mengintai dan mengancam keselamatan masyarakat. Mereka tidak memerlukan Pilkada saat ini. Yang diperlukan dan diharapkan masyarakat ialah penanganan kesehatan, ekonomi dan pelayanan publik. Artinya, antisipasi dan pencegahan Covid-19 harus diprioritaskan.
Pilkada hanya semata-mata urusan politik, kemanusiaan dan kepemimpinan seperti yang diargumentasikan beberapa orang itu, kamuflase saja. Intinya, proses demokrasi melalui Pilkada itu relevansinya dengan kepentingan politisi, bukan kepentingan global masyarakat. Masyarakat akar rumput, terutama aktivis pergerakan, wadah berhimpun pemuda, dan mereka yang waras mengharapkan Anda lebih akomodatif. Jangan terkesan didikte kepentingan politik semata.
Tentu Anda mahfum dalam situasi ini. Pilkada kali ini akan membawa mudharat saja, masyarakat merasa belum ada kepastian bebas dari serangan Covid-19. Ancaman mengancam demokrasi kita, praktek-praktek partisipasi publim yang identik dengan kerumunan massa menjadi tidak berjalan leluasa. Kita dipaksakan mengikuti perayaan Pilkada yang penuh disparitas dan kesenjangan. Agenda demokrasi yang harus menampilkan kegembiraan, malah membuat gelisah dan galau masyarakat. Pilkada darurat ini menyakitkan.
Alhasil dapat juga memunculkan kecemasan dan kegaduhan publik. Abangku yang terhormat, karir Anda begitu berkilau, kami yang berkesempatan gabung dengan organisasi Cipayung bangga dengan kecerdasan, ketenangan, kebijaksanaan, wawasan yang luas, prinsip serta pengalaman, teruslah istiqamah dipertahankan. Trust publik menjadi modal Anda sebagai politisi. Tidak main-main, capaian yang diraih sekarang. Anda politisi muda yang energik, punya relasi luas, jangan sampai tergiring karena kerikil kecil.
Masyarakat kini masih gundah-gulana karena Covid-19. Prematur rasanya alasan Pilkada di musim pandemi juga turut menunjang adanya antisipasi terhadap penyebaran Covid-19. Jangan memakai ilmu 'cocologi' atau 'kaitologi', berusaha mengaitkan suatu hal dengan hal lainnya yang tidak nyambung sebetulnya. Pilkada is Pilkada. Seperti itupula penanganan Covid-19, jadi berhentilah menyebut bahwa Pilkada ini membantu menurunkan angka positif Covid-19.
Untuk membantah jangan sampai muncul klaster baru dalam Pilkada. Dimana para penyelenggara Pilkada sampai di tingkat bawa akan terpapar Covid-19, lalu Pilkada menjadi gagal digelar atau dihentikan di tengah jalan, lantas alasan itu diajukan ke publik. Potensialnya, ketika Pilkada digela saat wabah maka klaster baru akan terjadi. Kita berharap para 'dokter politik' juga konsisten dengan pernyataan dan sikapnya soal bahaya pandemi.
Berhenti bersikap mendua. Disatu sisi 'menakut-nakuti' masyarakat dengan mendramatisir keadaan, menyebutkan bahwa pentingnya social distancing dan nyinyir, kelihatan sakit hati, sentimen terhadap masyarakat yang tengah mencari nafkah di luar rumah saat pandemi. Namun, disaat Pilkada mau digelar karena mereka mendapat manfaat, lantas statemen dan sikapnya mulai berubah. Inilah yang memalukan.
Jangan menjadi ilmuan dan cendekiawan 'kenebo'. Beranilah jujur, sampaikan apa adanya lalu tegas dan punya prinsip. Tidak etis mereka yang dinilai ahli tapi ternyata bermental penjilat. Kini saatnya Bang Doli membuat edukasi intensif. Dalam beberapa penampilan Anda di TV menyangkut alasan Pilkada dilaksanakan 2020, rupanya tidak meyakinkan saya. Malah yang saya tangkap, alasan politis yang lebih kuat bermain disini.