Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kedunguan, Covid 19, dan Kejanggalan

14 Mei 2020   13:54 Diperbarui: 15 Mei 2020   00:03 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sketsa kedunguan yang meresahkan (dokpri)

Bukan hanya ahli virologi yang lantang bicara soal Corona Virus Disease (COVID-19). Penyebaran virus yang satu ini digambarkan selain menakutkan, juga seperti misterius. Bahkan Presiden Jokowi sempat menyebut "berdamai dengan COVID-19". Paling tidak virus ini telah mampu mengubah interaksi sosial masyarakat. Bermacam pergeseran tradisi kita temui di tengah masyarakat bermunculan, ada keunikan. Para ahli ramai-ramai ajukan pendapat, semoga dokter hewan tidak ikut memainkan arus informasi ini.

Yang tanpa terasa, makin mengaburkan situasi. Pada siapa lagi masyarakat menjadikan rujukannya?. Semua mendadak ahli. Ada juga informasi hoax bercokol memperkeruh, menyelip disaat masyarakat panik. Bukan hanya dalam ranah sosial kemasyarakatan, urusan ritual keagamaan pun nampak terlihat kesenjangannya. Penyesatan pikiran juga kelihatan melintas dalam keruhnya peristiwa COVID-19.

Jika kita mengorek soal spesifikasi keahlian, profesionalisme atau keilmuan, di era COVID-19 rupanya berantakan. Tumpang-tindih, ada keduguan dipamerkan, turut dipelihara. Tidak beraturan, pertanyaan dan pendapat mereka yang bukan ahli virus juga getol dan lantang bicara, bergentayangan di media massa. Terutama di Media Sosial seperti Facebook dan Twitter, dokter tenaga medis bicara, meski bukan ahli virus, ahli otak juga bicara virus merasa paling mahfum soal virus.

Mestinya, publik jangan terus-terusan dicekoki dengan informasi ''sok tau'' seperti itu. Idealnya biarkan saja para ahli dibidangnya yang berpendapat. Sekalipun dokter umum, mereka yang tidak spesifik belajar soal virus diam saja dulu. Jangan sok mengajarkan publik dengan membawa kesan membuat publik malah cemas dan panik.

Berbahayanya lagi, mereka yang buka kuliah di Fakultas Kedokteran, tidak konsentrasi belajar virus, namun bicaranya tentang COVID-19 dan bahayanya sangat melangit. 

Letupan dari sikap ''sok tau'' itu sangat drastis mempengaruhi alam pikiran masyarakat. Sehingga kemudian, pengetahuan salah, kurang tepat dan asal-asalan itu diplagiat masyarakat awam, lalu bisa jadi berpindah pengertian. Alhasil COVID-19 dianggap laing angker.

Kondisi terburuknya, terlahirlah penolakan masyarakat terhadap pasien yang positif COVID-19 saat meninggal dan dimakamkan. Stigma buruk kepda mereka yang terpapar COVID-19 sangat mempengaruhi mental mereka, para pasien maupun keluarganya. Walaupun kelak, pasien itu sembuh, tapi label bahwa COVID-19 ini membahayakan sudah terlanjur dialamatkan pada meraka. Mirisnya, mereka nanti dialienasi tetangga dan masyarakat lainnya.

Belum lagi adanya kejanggalan seperti ditetapkan atau dilakukan vonis pasien positif COVID-19. Hal ini memang tanpa meminta klarifikasi, kesediaan pasien atau calon pasien tersebut, pemerintah secara sepihak mengamankan mereka yang dicurigai terpapar tersebut. Kalau kita lihat, HAM seakan tak berlaku dalam kasus COVID-19 ini.

Zona kewenangan Satgas COVID-19 dan tim medis begitu luar biasanya. Kondisi itu melahirkan juga kerawanan. Rawan dalam hal pembohongan, rekayasa dan paksaan hak dilakukan oknum-oknum yang picik serta licik. 

Ditambah lagi, kurang akrabnya masyarakat dan kebingungan akibat munculnya alhi jadi-jadian, abal-abal dan ahli bodong, membuat masyarakat memandang COVID-19 sebagai aib luar biasa. Kegagalan pemerintah (gugus tugas dan tim medis) dalam melakukan sosialisasi yang baik kepada masyarakat, tergambar disini. Kenapa spontan masyarakat melakukan penolakan jenazah korban COVID-19, itu karena lemahnya pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun