Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik dan Selera Makan

11 Mei 2020   01:38 Diperbarui: 11 Mei 2020   17:49 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagian aktivis, akademisi yang lebih memilih ngopi di Rumah Kopi Tikala, misalkan, tidak tenang hatinya bila minum kopi di Rumah Kopi Billy (RKB) Jalan 17 Agustus, RKB Samrat, RKB Megamas, Roemah Kopi Boedjangan di Ternate Baru Kecamatan Singkil, kemudian tidak ke Rumah Kopi Tikala. Dan deretan rumah kopi lainnya di Kota Manado.

Terkait racikan kopi, suasana, rasa, selera atau apa sebetulnya yang mereka kejar masing-masing?. Kita semua pemburu kopi selalu punya alasan. Relatif sederhana menjawabnya satu persatu. Relasi sosial juga tentu perlu kita letakkan sebagai hitungan dan ukuran. Politisi yang lihai, cekatan, yaitu mereka yang pandai menyimpan seleranya. Mereka senang menampilkan ketenangan ketimbang kepanikan.

Tentang selera begitu menariknya untuk diulas. Cita rasa kuliner misalnya, bila baru pertama seseorang merasakan kuliner yang tidak biasa dikonsumsinya, tentu kenikmatannya tak didapatkan. Beda rasanya dengan mereka yang telah lama terbiasa memakan kuliner tersebut. Tapi, lambat laun bila diadaptasikan terus, sesuatu yang dianggap asing, baru dan tidak biasa itu, menjadi akrab, lalu terbiasa.

Ini adalah penanda identitas. Baik dalam urusan politik, urusan selera makan, maupun juga yang paling teknis soal mengakrabi kebisingan, duduk dan cara menyerumput (slurp) kopi. Selera itu tak gampang pudar, namun bila ditinggalkan bertahun lamanya, tak diakrabi, maka akan hilang berlahan bersama intensitas aktivitas yang baru.

Dalam bincang-bincang kali ini, politik boleh centralnya. Lalu selera makan berperan menggairahkan otak kita untuk lebih liar dan nakal lagi dalam menceritakan atau memperbandingkan situasi. Saya mungkin lebih ringan menjelaskan urusan selera makan, karena sejak kecil kita telah terbiasa untuk itu. Politik, untuk ukuran saya, nanti setelah masuk kuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISPOL Unsrat barulah belajar akan hal itu.

Masih belum lengkap, disaat kuliah hingga tamat saya baru berputar dan asyik dalam mempelajari teori. Prakteknya belum, kalau ikut-ikutan mungkin pernah. Itu sebannya, katakannya soal praktek politik kita perlu sama-sama belajar pada mereka yang mahir. Beda dengan soal selera makan. Sejak lahir, dan saat terbiasa makan, saya telah belajar. Bukan hanya teorinya, melainkan prakteknya yang diperkuat.

Sampai saat ini, saya lebih pintar makan daripada berpolitik praktis. Pertanyaan agak seriusanya, apakah boleh rakyat kita makmur dengan kita belajar politik dan selera makan?. Secara optimis harus dikatakan bisa. Rakyat akan makmur, berkelimpahan suber daya dan kekuatan ekonomi, bila politik kita berdiri di atas kepentingan semua golongan.
Rakyat akan makmur kalau politisi berhenti curang. Mereka berhenti bertikai, rekonsiliasi bukan dijadikan tema yang penuh kemunafikan. 

Toleransi, kesetaraan, solidaritas dan kerukunan bukan menjadi alat mereka, kemudian akhirnya hanya dijadikan fasilitas bargaining kepentingan. Selera harusnya dapat menyatukan politisi kita. Dengan tampilan jujur, apa adanya, terbuka dan tidak saling mendendam antara satu dengan yang lainnya.

Politisi juga perlu waktu sejenak untuk menambah pengetahuan, menurunkan egonya. Yang sudah pandai, punya kemampuan intelektual diatas rata-rata, pengalamannya luar biasa, harus lebih aktif berbagi. Menjadi inspirasi dan penggerak bagi yang lain. Jangan pasif dan merasa paling pandai. Tak mau menerima kritik, masukan serta aspirasi masyarakat.

Kita juga perlu belajar dari kesederhanaan, melalui mempelajari selera makan masing-masing. Karena, tanpa kita sadari dengan menilai selera makan dapat mencerminkan status sosial dan cara pandang kita. Secara buram dapat diprediksi gerak kita masing-masing terhadap situasi, bahwa dari mana dan akan kemana kita nantinya. Kita harapkan politik dan selera makan akan ketemu disatu titik yang sangat didambakan. Titik dimana kepentingan publik dapat kita dahulukan, ketimbang kepentingan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun