Kenapa disebut ledakan demokrasi?, karena situasi siklus demokrasi kita berjalan abnormal. Tidak dalam kondisi stabil, terjadwal dan sebelum-sebelumnya. Melainkan karena serangan wabah, akhirnya digeser pelaksanaan Pilkada. Penundaan secara resmi telah disampaikan, setelah rapat Komisi II DPR RI, KPU, Bawaslu, dan DKPP, Senin 31 Maret 2020. Sesuai risalah rapat yang beredar resmi di WhatsApp Group dan Medsos. Ditunda dengan 3 opsi, yaitu 9 Desember 2020, 17 Maret 2021, atau pilihan ketiga 29 September 2021.
Sudah tentu dengan adanya penundaan Pilkada 2020, maka seluruh Badan Adhoc baik dari KPU dan Bawaslu akan dinon-aktifkan sementara. Terjadilah kesenjangan situasi sosial. Ada pembatasan sosial. Luar biasalah, konteks sosial yang tidak dipikirkan sebelumnya malah terjadi. Kini COVID-19 mampu memporak-porandakan sejumlah agenda nasional, proyek pembangunan dan cita-cita sejumlah orang. Pasca pandemi COVID-19, tentu kita perlu mengevaluasi berbagai kebijakan pemerintah yang dikelurkan di tengah Indonesia dalam situasi darurat.
Kita berharap tak ada kebocoran anggaran. Tak ada maling yang bermain memanfaatkan momentum bencana. Kebijakan pemerintah pusat yang menginstruksikan agar dana Pilkada 2020 dipergunakan untuk menangani COVID-19 tidak diselewengkan. Oknum yang punya rencana busuk melakukan deviasi kebijakan kita setidaknya dapat mengurungkan niatnya untuk berulah.
Bencana COVID-19 memutasi semua rencana-rencana negara dan rakyat Indonesia. Allah SWT yang lebih mengerti atas semua insiden ini, karena menjadi otoritas-Nya. Manusia berencana sang khaliklah yang menetapkan takdirnya. Ledakan demokrasi akan berdampak dahsyat, mempengaruhi sendi politik dan sosial masyarakat. Bakal terjadi perpindahan kekuatan politik, para petahana akan lemah. Tidak memiliki topangan kekuatan sistem lagi.
Politisi yang sebelumnya lemah, berpotensi menjadi kuat. Bahkan, peluang penyimpangan dan pemanfaatan kekuasaan bisa saja terjadi disaat transisi. Dalam demokrasi kita, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Apa yang tak dipikirkan publik sebelumnya, boleh terjadi dengan adanya pergeseran kekuatan politik. Lebih ekstrim lagi, prediksinya partai politik penguasa yang akan menang telak jika Pilkada Serentak ditunda 2021.
Eskalasi penyebaran COVID-19 yang kian meningkat, membuat pemerintah melakukan disparitas sosial. Sungguh kurang relevan kelihatannya, dimana masyarakat diminta saling jaga jarak. Ada pembatasan sosial, bahkan terjadi anomali. Dimana para TKA malah dibiarkan masuk ke Indonesia. Begitu ironis. Sebagai masyarakat kecil kita menyarankan pemerintah menutup ruang masuk bagi para TKA. Jangan sampai ada kesan diskriminasi dan pemerintah dituduh lebih mendahulukan bisnis dibanding nyawa atau keselamatan rakyat.
Rakyat tentu berharap pemerintah transparan menyampaikan informasi terkait COVID-19 ke media massa. Pemerintah juga diminta mampu melakukan skala prioritas terhadap pencegahan wabah COVID-19. Yang menjadi tugas pemerintah adalah mengutamakan kemanusiaan. Bukan memikirkan soal politik semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H