FOTO ini diambel dari Facebook, dua sumber berbeda. Facebook yang adalah ruang publik (public space) merupakan prodak berparadigma global. Secara etis, sesuatu yang telah diupload di media sosial (Facebook) juga secara otomatis, menjadi aset publik "kepemilikan kolektif". Itu sebabnya saya tertarik mengambil dua foto ini. Ada kesan kagum, ya termasuk hormatlah kepada dua sosok yang membungkuk di depan senior mereka.Â
Dari sisi umur, mereka yang membungkuk badan tentu lebih muda, bukan soal jabatan struktural yang diemban. Menurut saya, ini model kesantunan yang dipamerkan. Para senior-senior kita melestarikan betul yang namanya fatsun (sopan santun dan adab). Layaklah ditiru. Selebihnya kesan dari dua foto ini adalah tata cara mereka dalam mengekspresikan kesopanan yang sedikit berbeda.Â
Yang satu membungkuk, lalu mencium tangan, dan satunya cukup membungkuk saja sambil tangan dipegang erat-erat. Memberi deskripsi dan juga pesan moral bahwa etika publik itu penting. Sebelumnya, untuk yang satu foto berpose di rumah kediaman Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, sedikit privat, tapi menjadi milik publik karena telah di posting di media sosial.Â
Baguslah, postingan tersebut menjadi hadiah atau bingkisan bagi publik yang kadang mengabaikan kesantunan untuk belajar lagi. Bagi saya, tatak rama kedua tokoh (yang satu akademisi, aktivis, Taufiq Pasiak dan yang satunya politisi Wagub, Steven Kandouw) layak ditiru. Kadang kalah kita membutuhkan pameran seperti ini. Yang pamerkan tersebut rasa-rasanya sudah mulai jarang kita temui, padahal ini penting adanya.Â
Etika publik maupun di ruang privat itu diperlukan. Jangan diabaikan atau diremehkan model-model kesantunan semacam ini. Foto yang satunya menggambarkan situasi penjemputan Ibu Megawati di area Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado, ini juga tontonan kesantunan. Baik adanya. Kita perlu melestarikan itu, jangan dianggap membungkuk di depan senior berarti hilang harga diri kita.Â
Hancur reputasi, atau dengan sedikit bersujud membuat kita seperti penjilat, itu persepsi yang salah besar. Kita mengamalkan sikap saling menghormati. Bukan berpentas seakan-akan kita menyembah berhala, ini juga pemikiran yang sesat. Intinya, perilaku baik dan berkeadaban telah menjadi legacy dari dua tokoh ini kepada kita.Â
Terutama generasi di bawah mereka, junior seperti kami. Yang masih krisis identitas dan mencari-cari role model untuk diteladani. Memang era modernitas menggerus etika dan moralitas, kadang kesopanan dipamerkan hanya untuk urusan politis. Itulah yang perlu kita jauhkan. Dua senior kita tersebut membungkuk bukan untuk urusan cari simpati dan hal-hal menunggu pujian atau apalah itu.Â
Jauh dari itu semua adalah keteladanan yang mereka pentaskan. Allahmdulillah, Puji Tuhan dan saya berikan dua jempol untuk dua senior sekaligus guru dalam ranah yang berbeda ini, sebagai simbol penghargaan tentunya. Semoga mereka konsisten memberi inspirasi dan teladan kebaikan, tidak berlaku sombong, kemudian mengecilkan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H