Tak perlu menggali kuburannya. Kematian partai politik (Parpol) lambat laun mulai terlihat, nampak. Indikasinya mudah terbaca, sejak dari friksi internal. Pengingkaran terhadap pranata, regulasi dan tradisi parpol dilakukan.
Praktek berdemokrasi dijadikan dekorasi, seperti proses ritual dan ceremony belaka. Pemilihan Ketua Umum Parpol, yang diributkan bukan soal narasi besar memajukan parpol. Melainkan rebutan posisi struktural.
Pertikaian kepentingan yang kelihatan bersifat jangka pendek. Faksionalisasi dan benturan kepentingan yang kelihatan dipermukaan. Keributan, heboh dan konsumerisme transaksional yang dipamerkan ke publik. Agenda Musyawarah Nasional parpol, misalnya begitu memakan anggaran puluhan bahkan ratusan miliar.
Pesta pora demokrasi, pertikaian kepentingan yang terblowup ke media massa. Ditengah hiruk pikuk itu, ada suasana kering dan kekosongan gagasan pencerahan. Tergambar kesunyian visi konstruktif, ketokohan para pimpinan parpol hanya menjadi elemen pelengkap, bukan yang prioritas.
Yang primer dalam menjawab kebutuhan parpol malah seteru gerbong. Dan pendekatan yang digunakan ialah memajukan pemimpin yanglebih besar modalnya (kapital), ketimbang besar ide.
Walau kekurangan pikiran bermutu, jika punya resource anggaran, maka dialah yang akan menjadi Ketua Umum Parpol. Praktek pragmatisme di pasar politik dianggap sesuatu yang biasa-biasa saja, begitu ironis.
Padahal, itu tabu. Mencederai demokrasi kita yang penuh dengan proses keadilan, kebersamaan, persatuan dan nilai moralitas. Terdeteksi pula bahwa hulu dari segala bencana politik dan pengrusakan demokrasi adalah bermuara dari dalam pratai politik itu sendiri.
Kebiasaan transaksional itu akhirnya diadopsi, menjadi hal lumrah dalam praktek politik yang lebih luas, ke masyarakat disaat Pemilu. Itu sebabnya, pentingnya mengelola partai politik secara profesional dilakukan. Guna menginterupsi kematian parpol.
Jangan membuat parpol tampil seperti tanpa ideologi. Sedangkan platform partai itu penting. Disana terdapat orientasi, prinsip sekaligus grand narasi yang akan dibumikan parpol.Â
Dalam pemikiran politik memang kita menemui keberagaman cara tukar kepentingan dilakukan, konflik, dan kekuasaan digadaikan. Juga menjadi saling kompromi kepentingan.
Dialektika politik harus terorganisir, bukan menjadi liar tanpa arah. Ingat, politik mengejar target kesejahteraan, membawa keadilan dan meningkatan peradaban bermasyarakat.Â