Demokrasi yang bermuara dari the people, by the people and for the people, harus dibenarkan. Diselamatkan, agar kedaulatan rakyat tidak disalahgunakan. Kelompok yang memelihara cara politik turun-temurun ini perlu diamputasi. Jokowi pun rupanya mulai tergoda dengan memperkuat dinasti politik.
Fakta menjelaskan bahwa sebelumnya Jokowi dinilai bukan politisi peternak dinasti politik. Sepertinya itu dulu. Saat ini malah lain, putra Jokowi malah digadang-gadang maju di Pilwako Solo. Anak menantunya juga dikabarkan akan bertarung di Pilkada. Ini bertanda, dinasti politik akan dilestarikan.
Semangat kolektif yang digelorakan melalui people power menjadi kurang berniai. Sebab ketika dihadapkan, maka pemimpin hari ini akan lebih condong memiliki politik keluarga. Meloloskan kepentingan keluarga terlebih dahulu, baru kemudian kepentingan umum diwujudkan.
Demokrasi kita akan suram lagi. Harapan soal pencerahan demokrasi, tidak akan terwujud. Kenapa begitu?, tentu karena paradigma pemimpin kita masih memberi ruang dan menanam bibit dinasti politik. Begitu pun di daerah-daerah, banyak Kepala Daerah yang memprioritaskan keluarganya.
Legitimasi rakyat yang diberikan, melalui Pemilu malah dikapitalisasi sekedar memenuhi sahwat politik. Kerja konkrit untuk mengutamakan kepentingan kolektif tergadaikan. Rantai Korupsi Kolusi dan Nepotisme tumbuh subur disini.Â
Terkait dinasti politik ini ternyata Presiden Jokowi tak beda dengan Presiden Indonesia lainnya. Mereka membangun kerajaan politiknya. Dengan memperkuat dinasti politik. Berarti sama pikirannya, Jokowi mau melanggengkan kekuasaan melalui keluarga.Â
Lihat saja Gibran, anak Jokowi yang dipersiapkan untuk merebut jabatan Wali Kota Solo. Bobby menantu Jokowi yang bersiap maju di Pilkada Kota Medan, tentu semuanya adalah cara menjaga dinasti politik.  Luar biasa, Jokowi sedang menyiapkan segala hal untuk menghidupkan dinasti politik.Â
Jokowi sedang menampilkan parade atau pawai politik dinasti. Malu-malu tapi mau. Katakan tidak, tapi sebetulnya beliau mengiayak politik dinasti. Pemandangan demokrasi yang kurang elok sebetulnya. Kok, seperti cepat-cepat mencapai titik kulminasi. Akhirnya menjadi pemimpin karbitan. [*]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H