RAKYAT Indonesia tentu bertanya soal keadilan yang belum merata. Realitas saat ini ya begitu, tak boleh menutup mata. Dimana distribusi keadilan belum merata memang. Elit politik teriak desentralisasi pemerintahan atau otonomi daerah yang terlampau politis
Tidak menyentuh akar persoalan. Syukurlah pemerintah melakukan moratorium otonomi daerah. Sebetulnya, yang urgen bukanlah daerah otonomi baru. Melainkan desentralisasi keadilan yang berbentuk kesejahteraan masyarakat.
Ketimpangan dan disparitas masih terjadi untuk urusan keadilan ini. Siapa yang akan kita desak meluruskan itu?, tentu pemerintah. Dalam hal ini menjadi proyek prioritas Jokowi Ma'ruf yaitu mengimplementasikan pemerataan keadilan.
Struktur kebijakan atau rute yang terlalu berbelit-belit. Sehingga kebijakan yang populis, kadang sampai ke masyarakat bawah menjadi tidak utuh. Banyak beban potongan melalui proses panjang birokrasi. Selain rentang kendali sistem, problem dan mentalitas birokrat kita juga belum siap berubah 100%.
Lihat saja potongan, pungli dan gratifikasi masih terpelihara. Tugas pelayanan publik dari birokrat pun tidak tunduk penuh pada spirit reformasi birokrasi. Seperti itulah kemelutnya. Karakter keindonesiaan kita yang condong menjadi Tuan (raja), ketimbang pelayan masih tumbuh di birokrasi.
Pak Jokowi Ma'ruf kita harapkan dapat memastikan bahwa public service berjalan efektif. Motor pemerataan keadilan letaknya ada pada pelayanan birokrasi. Sebab dari mereka, ragam program pemerintah pusat sampai daerah dioperasikan. Merekalah aktornya.
Aktor dalam menyukseskan program pemerintah. Kalau Presiden Jokowi sudah menggunakan paradigma terbuka, tapi tidak didukung sumber daya stakeholder, maka tidak akan maksimal berjalan. Periode kedua Jokowi kita harapkan lebih jelas keberpihakannya pada kesetaraan keadilan.
Eliminir cara pandang diskriminasi dalam pembangunan. Setidaknya, Jokowi di periode pertama telah mampu membuat gebrakan, tidak ada sekat Jawa dan Luar Jawa. Pada aspek pembangunan infrastuktur itu juga mulai terlihat. Semoga konsistensinya sampai pada program kesejahteraan masyarakat.
Gejolak sosial yang kita saksikan bergeliat karena faktor utamanya keadilan. Teriakan referendum sampai yang teraktual Otonomi Khusus Maluku Utara, karena sebab utamanya belum meratanya keadilan. Ada daerah atau wilayah di Indonesia yang kurang mendapat perhatian serius pemerintah.
Hal ini memicu bibit-bibit konflik ditengah masyarakat. Kalau pemerintah menerapkan keadilan secara merata, riak-riak akan berakhir. Pelan-pelan akan turun tensinya. Coba dilihat, yang kebanyakan diteriakan masyarakat adalah kesejahteraan, ya keadilan.