RASANYA kita akan mengalami kelumpuhan massal. Tanpa sadar, nalar kritis kita terkikis dengan kedunguan. Seolah ada pelarangan bicara.Â
Dialog dan seminar akademis di kampus-kampus mulai diboikot. Parlemen pun akan sunyi, sepi dari para wakil rakyat yang berfikir kritis, berani dan progresif. Dua tokoh yang sebetulnya terlihat konsisten memelihara semangat literasi.
Mereka yang merupakan simbol orang-orang yang berfikir 24 jam. Di antaranya Bang Rocky Gerung (RG) dan Bang Fahri Hamzah (FH). Mereka sebenarnya cahaya ditengah kegamangan figur kritis yang berani. Di forum manapun, suara kritisnya terdengar ia tidak mau 'mengembek' atau menjilat penguasa.
Bagi Bang Rocky pemikir kritis atau kaum akademis dan aktivis adalah 'penggonggong' sekaligus pengendali alarm. Mengingatkan pemerintah yang lalaikan tugasnya. Tak diam, Bang RG produktif melahirkan diksi edukatif dengan metafora yang menyehatkan nalar. Yang dilakukan beliau adalah vitamin sebetulnya. Beliau menyuplai kesadaran kritis ke publik. Kita berharap, Bang RG masih punya stamina yang cukup dalam menstimulasi generasi intelek yang mulai kering karena tergerus semangat.
Demonstrasi diberi batas. Lihat saja himbauan atau instruksi Kemenristekdikti. Diskusi dan seminar ilmiah yang melibatkan Bang RG pun mulai dilarang. Dengan alasan tak berdasar kuat, proses literasi mereka babat. Salutnya, gerakan non parlemen jalanan melalui diskusi dihidupkan Bang RG, walau banyak rintangan dan resiko yang menghadang.
Dua jempol untuk Bang RG. Saya yang beruntung pernah bergabung di HMI semenjak kuliah, sangat kagum terhadap cara berfikir Abang. Kita generasi muda menghendaki banyak lagi Rocky Gerung lainnya yang bertumbuh.
Mazhab RG rupanya perlu dihidupkan denyutnya. Tapi beliau yang malas mencari pamor dan tak gila popularitas tentu menolak gagasan ini. Spirit berfikir holistik, menolak dikte dan intimidasi dari eksternal yang dilakukan patut kita apresiasi. Indonesia sudah mulai kekurangan stok pemikir bebas nan mencerahkan. Pemikir yang tidak terdesak atau tidak tertekan atas kekuasaan.
Karena patut diakui, banyak pemikir kita dari kalangan kampus dan aktivis tersandera. Mereka yang sudah punya kuasa kekuasaan, mendapat tawaran kursi dalam jatah pemerintah akan memilih bungkam. Alhasil, terinterupsi proses reproduksi kaum intelektual.
Keberadaan Bang RG kini menjadi barang mewah. Sangat mahal bagi generasi intelektual. Beliau terus menginsiprasi, walaupun puja-puji dan penghargaan tak pernah dikehendakinya. Bang RG tentu tak mau itu. Pemikir yang memiliki corak berfikir, argumentasi debat, struktur dan konstruksi berfikir penuh dalil berkualitas.
Dalam berucap, beliau pasti memiliki alasan teoritis dan ilmiah. Bertutur di TV maupun di forum ilmiah tanpa diliput TV maupun media massa koran dan media online, beliau tetap punya referensi dan literatur yang kuat dalam beragumen. Itulah alasannya kita tak boleh kehilangan figur seperti ini.
Bagi saya, beliau tidak sekadar simbol akal sehat. Lebih dari itu, Bang RG merupakan pendobrak demokrasi dan pemberi jalan bagi generasi hari ini yang mulai kekurangan tradisi literasi. Panutan bagi kita juga yang masih memelihara semangat literasi. Meyakini bahwa belajar adalah wajib dan kuliah hanyalah tuntutan orang tua.