Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keretakan di Ruang Politik

3 Januari 2025   11:11 Diperbarui: 3 Januari 2025   14:23 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan biarkan keretakan terjadi (Dok. https://bandungbergerak.id)

KEMARIN berkawan, membangun kemitraan politik. Berbagi tugas, bahkan berbagi jatah kekuasaan. Tak berlangsung lama. Akhirnya pecah kongsi. Dari berkoalisi berubah menjadi beroposisi. Dalam pentas politik praktis, nuansa yang demikian menjadi biasa. Karena nyaris tak ada yang abadi. Semua larut, dipertemukan karena kepentingan yang sama.

Begitu pula terpisah karena perbedaan kepentingan. Sampai disini siapa yang harus ditagih untuk mempertanggung jawabkan segala kerumitan-kerumitan, pertentangan, dan benturan akibat inkonsistensi sikap politik itu. Rasanya, bukan dalam konteks saling menyalahkan. Tak ada untungnya menghakimi satu dengan yang lain.

Keretakan di pentas politik bukan terjadi saat Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Sudah relatif lama tali temali dan benak kusut konflik kepentingan politik itu terjadi. Walau begitu, situasi problematik itu harus dicarikan solusinya. Politisi tidak sekadar bertugas mengabdi, memberi kesejahteraan kepada rakyat belaka. Lebih dari itu adalah mewariskan keteladan.

Pada level ini, keteladanan menjadi nilai inti (core value). Tidak mudah memang mentransformasikan nilai-nilai positif itu. Minimal untuk diri sendiri saja kadang kita gelagapan (confused). Tetapi ketika kita telah terdidik. Terbiasa menjaga prinsip, nilai kejujuran, kebenaran, integritas, dan semua kemewahan itu menjadi enteng kita wujudkan.

Kita merasa melakukan semua itu bukan karena keterpaksaan. Kesemrautan di ruang politik kita harus dibersihkan. Perlu ada tata kelola lebih baik lagi. Penataan ulang alur berdemokrasi di negara ini wajib dilakukan. Agar kekusutan bisa terminimalisir perbaikan dari hulu hingga hilir segeralah dilakukan. Dari partai politik, hingga mindset pemilih kita harus dikonstruksikan.

Tidak boleh juga kita abai. Tidak boleh menafikkan bahwa realitas politik kita masih banyak melahirkan keretakan. Kemerosotan moral terjadi. Aktor politik, regulasi, dan visi berpolitik kita semua perlu dikorelasikan. Memang kita memerlukan gerakan politik yang terintegrasi. Perubahan-perubahan politik yang terkoneksi agendanya. Bukan bersifat spontanitas.

Evaluasi yang jujur dan terbuka perlu dilakukan. Yang catatannya, pemerintah secara sportif menerima masukan publik. Mau membenahi praktik berpolitik kita. Tidak memelihara dendam dan sentimen-sentimen negatif saat merespon pluralitas pikiran yang berkembang. Kritik dan otokritik tidak boleh dianggap sebagai upaya mendikotomikan rakyat dengan pemerintah.

Ya, semestinya kita semua lebih tenang. Bukan saling menyalahkan. Tidak ada pihak yang merasa disalahkan, atau merasa paling berjasa memajukan Indonesia. Melalui kesadaran kolektif yang demikian, maka perbaikan dalam dimensi politik akan bisa kita hasilkan. Negara ini akan maju berkembang. Tidak terdegradasi.

Tentu tidak sedikit jika capture secara rinci keretakan politik itu. Baik itu menyelewengan kewenangan, perilaku korup politisi, cara-cara curang. Hingga kompromi kepentingan yang dilakukan politikus. Resikonya kesejahteraan rakyat tergadaikan. Hukum dipermainkan, politik tukar tambah kepentingan ditempuh. 

Kerumitan-kerumitan itu membuncah melalui praktik keserakahan. Tidak terbayangkan namun keretakan itu telah menjadi nyata dikarenakan hubungan erat yang idealnya dibangun politikus menjadi keropos. Sopan santun, kebersamaan, toleransi, kerukunan di pentas politik hanya dipamerkan di depan saja. Kedalamannya tidak ada. Semua menjadi dangkal.

Sedikit saja ada pemantik, maka tatanan politik menjadi kacau balau. Rakyat yang berharap ada kemajuan dan kedamaian, persatuan akhirnya kena getahnya. Yang diterima hanyalah kekacauan akibat tarik-tarikan kepentingan yang tak senafas antar sesama politikus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun