Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi Politik Kawin Paksa

15 Juni 2023   13:19 Diperbarui: 15 Juni 2023   14:17 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konstalasi Pemilu 2024 (Dok. Mediaindonesia.com)


TAK
lama lagi Pemilu 2024 dihelat. Para elit partai politik mulai melakukan simulasi pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden Republik Indonesia. Adu strategi, bongkar pasang skema politik dilakukan. Konstuksi yang hendak dibangun tentunya adalah yang ideal.

Targetannya menang jika membangun koalisi. Secara kasat mata, rakyat juga dihidangkan atau disajikan postur koalisi politik kawin paksa. Kalau peta koalisi saat ini kita baca, terdapat tiga kubu. Koalisi PDI Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Persatuan Pembangunan telah mengusung Ganjar Pranowo.

Koalisi Partai NasDem, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Demokrat telah menandatangani Piagam Kesepakatan untuk mengusung Anies Baswedan sebagai calon Presiden. Di seberang sana, ada partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa yang bersepakat menjagokan Prabowo Subianto.

Circle dan dunia politik itu unik, lagi dinamis. Ada Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, belum menetapkan siapa calon Presiden yang akan diusung. Airlangga Hartarto, Ketua Umum DPP Golkar juga dimandatkan partainya untuk maju sebagai calon Presiden.

Yang terpublikasi dan ramai dibincangkan ialah ada tiga paket kandidat Presiden 2024 nanti. Ganjar, Prabowo, dan Anies. Ketika ada guncangan politik, berupa gempa tektonik maka akan lahir empat kandidat Presiden. Airlangga dan Zulkifli Hasan, sang Ketum Partai Amanat Nasional akan bersatu.

Semua skenario politik akan menjadi alternatif. Bagi para elit politik dibenak mereka yaitu kemenangan dalam pertarungan politik. Kalau dua calon, menguntungkan mereka maka akan dilakukan. Situasi politik sekarang memperlihatkan gerilya ke arah itu. Gejalanya dapat dibaca dan dianalisis.

Bahwa kehendak untuk melahirkan duel Ganjar Vs Prabowo itu sedang dilakukan. Penggodokan yang lahir dari elit politik dan cukong agar Pilpres 2024 cukup satu putaran untuk menghemat anggaran tengah dilakukan. Kalau bisa dua paket, kenapa harus lebih. Begitu logika mereka.

Koalisi kawin paksa pasti dilakukan. Para kandidat tentu tak punya kuasa melawan figur yang disodorkan cukong atau oligarki ke publik. Termasuk partai politik sekalipun, rasanya rumit menolak apa yang dikehendali para pemilik modal. Apalagi hanya sekedar Capres ketika dipaksa berpasangan dengan Cawaspres yang tidak dikehendakinya.

Pasti Capres tersebut takluk dan mengikuti apa perintah cikong dan elit partai politik. Pada titik inilah perkawinan paksa terjadi. Implikasinya, tak lama berjalannya roda pemerintahan potensi bubar terjadi. Saling menggerogoti, disharmoni terjadi antara Presiden dan Wakil Presiden mengemuka.

Arah pembangunan sulit tercapai. Soliditas kepemimpinan terhambat, terganggu karena di awal mulanya koalisi itu dibangun dengan kondisi terpaksa. Dalam konteks demokrasi ini hal lumrah, tak bisa kita komplain. Tapi, secara etis bisa jadi bermasalah. Pendekatan itu sebetulnya tidak layak dilakukan.

Kebanyakan yang kita temukan, jadi semacam buah simalakama, pada sisi lainnya. Dimana kesepakatan politik yang dibuat kian ideal, kerap tak sentuh tanah. Visi besar yang dibangun para calon pemimpin disaat berkompetisi, akhirnya gagal diimplementasikan setelah mereka terpilih dan memimpin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun